FAEDAH HADITS RIYADHUS SHALIHIN (Hadits Ke 84) TENTANG REZEKI

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ أَخَوَانِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْآخَرُ يَحْتَرِفُ، فَشَكَا المُحْتَرِفُ أَخَاهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ

Artinya: Dari Anas –radhiyallahu `anhu-  ia menceritakan: Dahulu pada zaman Nabi –shallallahu`alaihi wa sallam- ada dua orang yang bersaudara, salah seorang di antara keduanya aktif mendatangi (majelis) Nabi –shallallahu`alaihi wa sallam-, sedangkan yang seorang lagi aktif mencari penghasilan. Maka seorang yang aktif mencari penghasilan tersebut kemudian mengadukan sikap saudaranya kepada Nabi –shallallahu`alaihi wa sallam-. Beliau kemudia bersabda: Barangkali engkau diberi rizki karena sebab saudaramu itu. (Riwayat At-Tirmidzi no. 2345, Ash-Shahihah 2769).

SYARAH SINGKAT:

Sebagian ulama` ada yang menjelaskan bahwa sepertinya kedua orang tersebut dalam hadits ini adalah makan bersama dari penghasilan si pengais rizqi. Atau mereka berusaha bersama dalam mencari rizki namun porsi masing-masing tak sama, sehingga salah satunya lebih aktif menghadiri majelis ilmu sedang yang satunya lebih aktif pada mata pencahariannya, sehingga yang lebih aktif pada mata pencahariannya merasa dibebani, disakiti, disebabkan jadwal waktu mencari rizki mereka yang serasa tidak adil. Dan nabi tidak memberikan jawaban selain kalimat ringkas: “Barangkali engkau diberi rizki karena sebab (keberkahan) saudaramu itu”.

Ucapan Nabi: “Barangkali engkau diberi rizki karena sebab (keberkahan) saudaramu itu”, maksudnya bisa jadi engkau diberi rizki disebabkan karena keberkahan dari saudaramu itu, bukan semata-mata dari hitung-hitungan rumus ekonomimu. Allahu A`lam.

Rizki bukan tentang seberapa patah kita membanting tulang, bukan tentang seberapa payah kita memeras keringat, rizki bukan seberapa ajeg kita ikut seminar tentang metode percepatan rizki, bukan pula tentang seberapa hafal kita tentang trik dalam membangun usaha. Ia lebih kepada perkara tentang seberapa kita taqwa, tentang seberapa peduli kita dalam menolong sesama.

Allah berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ

Artinya: “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”. (Surat Ath-Thalaq: 2-3).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَبْغُوْنِي الضُّعَفَاءَ،  فَإِنَّمَا  تُرْزَقُوْنَ  وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ

Artinya: “Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah kalian, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah kalian”. (Dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 779).

Demikianlah rizki yang Allah hadirkan, dan hanya diimani oleh mereka yang beriman. Allah punya hukum tentang rizki yang itu di luar rumus-rumus kalkulator manusia. Jika Rizki hanya tentang kepandaian bergerak, tentu nyamuk lebih pandai dalam hal terbang ketimbang cicak namun Allah taqdirkan cicak mampu mengatasi itu semua karena karunia Allah kepadanya. Jika rizki tentang besarnya kekuatan, niscaya burung yang kecil tak kan pernah meraih makanan karena selalu dikalahkan yang besar. Maha sempurna Allah dalam penciptaan-Nya.

FAIDAH HADITS

1). Siapa saja yang memfokuskan diri dalam menuntut ilmu dan untuk memahami hukum-hukum agama demi menjaga syariat Allah, maka Allah akan menyediakan untuknya orang yang akan mengurus urusannya dan mencukupi kebutuhannya.

2). Anjuran untuk menolong orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang berupaya menuntut ilmu.

3). Seseorang diberi rizki disebabkan orang yang ditanggung (biaya hidup)nya.

4). Boleh mengeluhkan sesuatu perkara kepada penanggung jawab masalah (pemimpin atau penguasa kaum muslimin).

5). Pengagungan terhadap urusan agama harusnya lebih sering dipraktekkan ketimbang pengagungan terhadap urusan dunia.

6). Sepatutnya penuntut ilmu mendapat rizki dari hasil keringat sendiri, sehingga ia tidak terus menerus menjadi tanggungan orang lain. Karena bagaimana pun juga, tangan di atas tetap lebih baik daripada tangan yang di bawah. (Faidah 1-6 Disalin Dari Kitab Bahjatun- Nadzirin Syarhu Riyadhish-Shalihin [I/145]).

Nabi –shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda:

الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ

Artinya: “Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya (sudah tercukupi kebutuhannya). Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya”. (muttafaq ‘alaih: HR. Bukhari (no. 1427) dan Muslim (no. 1034). Faidah tentang hadits ini silahkan merujuk pada tulisan saya di http://minhajussunnah.or.id/hadits/tangan-di-atas-lebih-baik-dari-pada-tangan-di-bawah/

7). Orang yang membantu orang lain dalam menuntut ilmu akan mendapat pahala karena telah menjadi sebab-sebab jalan kebaikan, bahkan bisa menjadi amal jariyah baginya selama ilmunya bermanfaat.

8). Ilmu memiliki kedudukan yang agung di sisi Allah Ta`ala, sampai-sampai keberkahannya bisa menjadi sebab hadirnya rizki bagi orang lain.

9). Hendaknya bagi setiap muslim memberikan zakat bagi waktunya, zakat waktu maksudnya adalah merelakan waktunya untuk dihabiskan bernikmat-nikmat di majelis ilmu dalam kajian-kajian sunnah, tidak menunggu waktu sisa namun menyisakan waktu.

10). Boleh saja seseorang kaya, namun mereka tetap wajib menuntut ilmu agama.


|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Rabu 07 Ramadhan 1439 H/23 Mei 2018 M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *