ASAL MULA PELAFADZTAN NIAT

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

Sebagian orang yang menganggap disyariatkannya melafadztkan atau mengucapkan niat dalam ritual ibadah mereka berdalih bahwa ini pendapatnya Imam Asy-Syafi`i. Benarkah anggapan tersebut? sejenak kita akan simak perkataan beliau dan penjelasan orang-orang yang paham tentang ucapan beliau:

Imam Asy-Syafi`I menjelaskan:

ﺇﺫﺍ ﻧﻮﻯ ﺣﺠّﺎً ﻭﻋﻤﺮﺓ ﺃﺟﺰﺃ، ﻭﺇﻥْ ﻟﻢ ﻳﺘﻠﻔّﻆ ﻭﻟﻴﺲ ﻛﺎﻟﺼّﻼﺓ ﻻ ﺗﺼﺢ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻨّﻄﻖ

Artinya: “Jika seseorang berniat haji atau umrah maka itu sah walaupun tidak diucapkan. Berbeda dengan shalat, shalat tidak sah kecuali dengan pengucapan”. (Lihat Al Majmu’ Syarhu Al-Muhadzdzab, Cet. Al-Muniriyyah [III/241] Karya Yahya bin Syarf An-Nawawi).

Ada seorang ulama’ yang bernama Abu Abdillah Az Zubairi, ulama Syafi’iyah, beliau telah salah dalam memahami perkataan Imam Asy Syafi’I, beliau menganggap yang diimaksud oleh A-Imam Asy-Syafi`I dengan PENGUCAPAN adalah wajibnya melafadzkan niat, padahal ini bentuk kesalahan dalam memahami.

Kesalahan pemahaman tersebut juga dijelaskan oleh Abul Hasan Ali bi Muhammad bin Habib Al-Mawardi Asy-Syafi`I dalam kitab Al-Haawi Al-Kabiir Fii Fiqhi Madzhabi Al-Imam Asy-Syafi`I, beliau mengatakan:

فتأول ذلك على وجوب النطق في النية ، وهذا فاسد ، وإنما أراد وجوب النطق بالتكبير

Artinya: -Az-Zubair- telah mentakwil dalam perkara ini, beliau mewajibkan pelafadztan niat, tentu ini adalah sebuah kerusakan, karena sesungguhnya yang diimaksud PENGUCAPAN di sini adalah TAKBIR (takbiratul ihram dalam sholat). (Lihat Al-Haawi Al-Kabiir Fii Fiqhi Madzhabi Al-Imam Asy-Syafi`I, Cet. Daarul Kutub Al-`Alamiyyah [II/92] Karya Abul Hasan Al-Mawardi).

Jadi, sekarang sudah jelas tentang siapa yang keliru dalam memaknai perkataan Al-Imam Asy-Syafi`I dan bagaimana makna yang benar.

Ternyata tidak cukup sampai di situ, Al-Imam An-Nawawi mengatakan:

ﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ : ﻏﻠﻂ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ، ﻭﻟﻴﺲ ﻣﺮﺍﺩ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺑﺎﻟﻨّﻄﻖ ﻓﻲ ﺍﻟﺼّﻼﺓ ﻫﺬﺍ، ﺑﻞ ﻣﺮﺍﺩﻩ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ

Artinya: “Para ulama madzhab kami berkata, yang berkata demikian (bahwa niat itu wajib dilafadzkan) ia telah salah. Bukanlah maksud Imam Asy Syafi’i itu melafalkan niat dalam shalat, namun maksud beliau adalah takbir”. (Lihat Al Majmu’ Syarhu Al-Muhadzdzab, Cet. Al-Muniriyyah [III/241] Karya Yahya bin Syarf An-Nawawi).

Al-Imam An-Nawawi juga mengatakan:

النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ، ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ، ولا يشترط ولا يضر مخالفته القلب . كمن قصد بقلبه الظهر ، وجرى لسانه بالعصر انعقد ظهره ، ولنا وجه شاذ : أنه يشترط نطق اللسان وهو غلط

Artinya: “Yang menjadi titik pertimbangan dalam setiap pelakasanaan ritual ibadah adalah niat didalam hati. Dan tidaklah cukup mengucapkan niat namun hatinya lalai. (Dan) bahkan tidak disyaratkan serta tidak berbahaya bila terjadi perbedaan antara niat yang diucapkan dengan niat didalam hati. Sebagaimana seseorang berniat didalam hati untuk melaksanakan shalat Dzuhur namun lisannya mengucapkan shalat `Ashar. Maka shalat Dzuhur yang dilaksanakan adalah sah. Ada juga pendapat yang menyimpang (syadz) yang menyatakan bahwa di dalam niat disyaratkan harus diucapkan. Pendapat ini adalah pendapat yang salah. (Lihat Raudhatuth-Thalibin, Cet. Al-Maktab Al-Islamiy [I/228]).

Di dalam kitab I`anatuth-thalibin (salah satu buku rujukan bagi Syafi`iyyah Indonesia), imam Abu Bakar  Ad-Dimyati Asy-Syafi`I juga menegaskan:

أن النية في القلب لا باللفظ فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه

Artinya: “Bahwa sesungguhnya niat adalah di dalam hati, tidak dengan ucapan. Maka memaksakan untuk mengucapkan niat adalah hal yang tidak dibutuhkan. (I`aanath-Thalibin [I/65]).

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy menulis: niat adalh menyengaja dan berkeinginan untuk melakukan sesuatu. Niat tempatnya di hati. Tidak wajib melafadzkan niat untuk amalan apapun menurut ijma` para imam kaum muslimin. Namun sebagian ulama` mutaakhkhirin dari kalangan madzhab syafi`I mensunnahkan untuk melafadzkan niat. (Lihat kembali kitab al-gharar Al-Bahiyyah [I/85], Mughni Al-Muhtaj [I/186]). Akan tetapi pendapat yang shahih bahwa melafadzkan niat adalah bid`ah. (Lihat Kitab Manzhumah Al-Qawa`id Al-Fihiyyah Karya Asy-Syaikh As-Sa`diy, At-Ta`liqaat `Alaa `Umdatil Ahkam Hal. 23-24 Cet. Darul Fawa’id).

Semoga bermanfaat.

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Rabu 19 Ramadhan 1435 H/16 Juli 2014 M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *