MENCUKUR JENGGOT DEMI MENYELISIHI ORANG KAFIR YANG BERJENGGOT

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

Jenggot (lihyah) adalah rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu. Jadi, semua rambut yang tumbuh pada dagu, di bawah dua tulang rahang bawah, pipi, dan sisi-sisi pipi disebut lihyah (jenggot) kecuali kumis. (Lihat Minal Hadin Nabawi I’faul Liha, Karya Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Abdul Hamid hal. 17).

Sebagian orang ada yang enggan memanjangkan jenggot dengan alasan: Nabi menyuruh berjenggot agar berbeda dengan fisik orang-orang Majusi dan kaum Musyrikin saat ini, sedangkan kini mereka yang kita disuruh menyelisinya justru banyak yang berjenggot, sehingga agar kita berbeda dengan mereka maka kita mencukurnya saja.

Semoga Allah merahmati kita. Benar, memang terdapat hadits Nabi –shallallahu `alaihi wa sallam- yang memerintahkan kaum muslimin agar menyelisihi kaum majusi dan juga kaum musyrikin lalu Nabi menyuruh ummat Islam untuk memanjangkan jenggot dan memendekkan kumis.

Berikut adalah hadits-hadits yang berkaitan dengan jenggot:

1. Dari Abu Huroiroh -radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

Artinya: “Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan Berbedalah dengan orang-orang Majusi”. (Riwayat Muslim no. 260).

2. Dari Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

Artinya: “Berbedalah kalian dari orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis”. (Riwayat Al-Bukhari no. 5892 Muslim no. 259).

3. Dari Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى

Artinya: “Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot”. (Riwayat Al-Bukhari no. 5893).

4. Dari Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata:

أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ

Artinya: “Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot”. (Riwayat Muslim no. 259, Abu Dawud no. 4199, At-Tirmidzi no. 2764).

5. Dari Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى

Artinya: “Berbedalah dengan orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot”. (Riwayat Muslim no. 259).

6. Dari Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

Artinya: “Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot”. (Riwayat Muslim no. 259).

Baik, kita akan kembali membicarakan tentang bagaimana dengan orang-orang Majusi dan kaum Musyrikin yang kini mereka pun memanjangkan jenggot mereka. Sebelum ke arah tersebut, sangat ada baiknya kita membaca terlebih dahulu hadits berikut:

Dari Ummul Mukminin, `Aisyah -radhiyallahu ‘anha-, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ : قَصُّ الشَّارِبِ ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ ، وَالسِّوَاكُ ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ ، وَقَصُّ الأَظْفَارِ ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ ، وَنَتْفُ الإِبِطِ ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ قَالَ زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ : وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ

Artinya: “Ada sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku, membasuh ruas jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan beristinja’ (cebok) dengan air. Zakariyya berkata bahwa Mush`ab mengatakan: aku lupa yang ke sepuluh itu seingatku adalah berkumur”. (Riwayat Muslim no. 627).

FITRAH itu apa?

Fitrah adalah tindakan-tindakan yang JIKA dilakukan oleh manusia maka orang yang melakukannya berada dalam tabiat yang memang demikianlah Allah menghendeki hamba-Nya. Di mana tabiat-tabiat tadi memang mesti terkumpul atau ada pada mereka. Allah menjadikan perkara-perkata tabiat tadi adalah perkara yang mereka sukai –mestinya-, dan jika hal-hal tersebut terwujud niscaya akan menjadikan mereka memiliki sifat yang paling sempurna dan penampilan yang paling bagus. (Lihat Shohih Fiqhis Sunah [I/97]).

Bila kita bahasakan lebih ringkas maka fitrah adalah, tabiat yang mestinya ada pada manusia karena Allah menciptkan manusia dalam tabiat tersebut, bila ada orang yang berani keluar dari tabiat tadi maka sisi kemanusiawiannya sedikit berkurang (walau kita tidak katakan dia bukan manusia seutuh yang Allah kehendaki) karena memang ia sedang berada di luar fitrah.

Sekarang kita mendapat pemahaman bahwa fitrah (tabiat yang dengannya manusia dianggap sebagai manusia yang utuh dari sisi kemanusiawiannya) itu ada 10 tabiat –berdasarkan hadits ini- :

1. Memendekkan kumis.
2. Memelihara jenggot.
3. Bersiwak.
4. Istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung).
5. Memotong kuku.
6. Membasuh ruas jari.
7. Mencabut bulu ketiak.
8. Mencukur bulu kemaluan.
9. Istinja’.
10. Berkumur.

Bila seseorang berkaca di depan cermin, lalu ada dari sepuluh ini yang tidak terdapat padi diri mereka, jenggot yang habis –misalnya- , kumis yang menutupi bibir, bulu ketiak yang gondrong, kuku yang puuuanjang, tidak istinja alias malas cebok, maka hendaknya mereka berkaca sambil berkata kepada diri sendiri: sebenarnya bukan seperti ini tabiat kemanusiawian yang Allah kehendaki, walau ini tidak sepenuhnya mirip binatang namun bukan seperti ini tabiat manusia. Astaghfirullah!

Semoga Allah merahmati kita. Sekarang bagaimana bila orang-orang majusia berjenggot, orang kafir berkhitan alias sunat, orang musyrikin beristinja alias cebok, dan fitah-fitrah atau tabiat-tabiat kemanusiawian yang lain mereka kerjakan, apa kemudia kita tidak usah istinja alias cebok untuk demi meyeslisihi mereka? Tidak usah sunat biar beda dengan mereka? Bila mereka masuk ke dalam fitrah agama Islam apa kita berbondong-bondong keluar murtad dari Islam agar berbeda dengan mereka? TENTU TIDAK, bukan?

Kita disuruh menyelisihi mereka bukan pada segala perkara yang mereka kerjakan, namun kita disuruh menyelisihi mereka pada perkara-perkara yang mereka tidak di atas fitrah, ketika mereka mengamalkan fitrah tersebut maka mereka di posisi yang baik –dari sisi- fisik kemanusiawiannya, tidak usah diselisihi lagi karena di atas fitrahlah mestinya manusia (kita) berdiri (berpendirian).

Allahu A`lam.

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Ahad 25 Al-Muharram 1439 H/15 Oktober 2017 M.

(Artikel Ini Pernah Dimuat Dalam Akun Facebook Abu Uwais Musaddad Pada Status No. 1162).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *