4 KEUTAMAAN MEMPELAJARI NAMA DAN SIFAT ALLAH

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

Di antara keutamaan mempelajari nama dan shifat Allah adalah:

1). Memahami tauhid Asma’ wa Shifat adalah ilmu yang paling agung dan paling utama secara mutlak, karena ilmu Asma’ wa Shifat ini berhubungan langsung dengan Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-.

Al-Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Sesungguhnya keutamaan suatu ilmu mengikuti keutamaan obyek yang dipelajarinya. karena keyakinan akan dalil-dalil dan bukti-bukti keberadaannya. juga karena besarnya kebutuhan dan manfaat untuk memahaminya. Maka tidak diragukan lagi, bahwa ilmu tentang Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-, nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Perbandingan ilmu ini dengan ilmu-ilmu yang lain adalah seperti perbandingan (kemahasempurnaan) Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- dengan semua obyek yang dipelajari (dalam) ilmu-ilmu lainnya”. (Lihat Kitab Miftahud-daaris sa`aadah [I/86]).

2). Memahami tauhid Asmaa’ wa Shifat Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- adalah landasan utama semua ilmu yang lainnya.

Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah –rahimahullah- berkata: “Ilmu tentang nama, sifat dan perbuatan Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- adalah landasan semua ilmu. Semua ilmu lainnya mengikuti ilmu ini; yang juga dibutuhkan untuk mewujudkan keberadaan ilmu-ilmu lainnya. Sehingga ilmu ini merupakan asas/dasar dan landasan bagi setiap ilmu lainnya. Barangsiapa yang mengenal Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- maka dia akan mengenal selain-Nya, dan barangsiapa yang tidak mengenal-Nya maka lebih lagi dia tidak akan mengenal selain-Nya. Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- berfirman:

وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik”. (Al-Hasyr: 19).

3). Memahami tauhid Asma` wa Shifat Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- dengan benar adalah satu-satunya pintu untuk bisa mengenal Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- (ma’rifatullah) dengan pengenalan yang benar, yang merupakan landasan ibadah kepada Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-. Karena salah satu landasan utama ibadah adalah al-mahabbah (kecintaan) kepada Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- dan hal itu tidak mungkin dicapai kecuali dengan mengenal Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- dengan pengenalan yang benar melalui pemahaman terhadap tauhid nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sehingga orang yang tidak memiliki ma’rifatullâh (mengenal Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-) dengan benar, tidak mungkin bisa beribadah dengan benar kepada-Nya. (Lihat kitab Sabiilul huda war-rasyaad hal. 401).

Al-Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya, maka dia pasti akan mencintai-Nya”. (Lihat Kitab Madaarijus-saalikin [III/17]).

4). Ketakutan dan ketakwaan yang sebenarnya kepada Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- hanya bisa dicapai dengan mengenal Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- dengan cara yang benar, melalui pemahaman terhadap nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Allah `Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allah)”. (Surat Fathir :28).

Al-Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata: “Semakin bertambah pengetahuan seorang hamba terhadap (nama-nama dan sifat-sifat) Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-, maka semakin bertambah pula rasa takut dan pengagungannya kepada-Nya, yang kemudian pengetahuannya ini akan mewariskan perasaan malu, pengagungan, pemuliaaan, merasa selalu diawasi, kecintaan, bertawakal, selalu kembali, serta ridha dan tunduk kepada perintah Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-”. (Lihat Kitab Raudhatul Muhibbiin hal. 406).

Asy-Syaikh `Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy –rahimahullah- berkata: “Semakin banyak pengetahuan seseorang terhadap (nama-nama dan sifat-sifat) Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-, maka rasa takutnya kepada-Nya pun semakin besar, yang kemudian rasa takut ini menjadikan dirinya (selalu) menjauhkan dirinya dari perbuatan-perbuatan maksiat dan (senantiasa) mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan yang ditakutinya (Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-)”. (Lihat Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan Fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan, hal. 689. Cet. Maktabah An-Nubalaa’. Karya Asu-Syaikh `Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy).

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Jum`at, 13 Dzulqa`dah 1439 H/27 Juli 2018 M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *