FAEDAH AQIDAH AHLUSSUNNAH UNTUK PEMULA (Bagian Ke 8) MEMAHAMI PENGERTIAN IBADAH DAN KELUASAN CAKUPANNYA

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

MEMAHAMI PENGERTIAN IBADAH DAN KELUASAN CAKUPANNYA

Memahami tauhid tanpa memahami konsep ibadah adalah mustahil. Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai Alah Ta’ala. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya akan dipuji dan yang enggan melaksanakannya layak dicela.

Pembahasan pada kesempatan ini akan kita bagi menjadi beberapa point penting:

1. DEFINISI IBADAH

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan mengatakan: Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. (Lihat: ‘Aqidatut Tauhid hal. 65 Cet. Darul Ashimah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang makna ibadah adalah:

” الْعِبَادَةُ ” هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ : مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ

“Ibadah adalah istilah yang mencakup segala yang Allah cintai dan ridhai berupa perkataan dan perbuatan yang bathin maupun dzahir”. (Majmu’ah Al-Fatawa [X/149]).

Definisi ibadah ini menurut Syaikh Shalih Alu Syaikh lebih mudah dipahami dan lebih dekat pada dalil. (Lihat Syarh Tsalatsah Al-Ushul hal. 72 Cet. Maktabah Darul Hijaz).

2. HIKMAH PENCIPTAAN JIN DAN MANUSIA ADALAH UNTUK BERIBADAH

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan mengatakan: Allah -Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah berarti ia adalah orang yang sombong. Dan siapa yang menyembah-Nya namun dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka berarti ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah). (Lihat: ‘Aqidatut Tauhid hal. 66 Cet. Darul Ashimah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan).

3. RUKUN IBADAH (PILAR-PILAR IBADAH)

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga rukun pokok, yaitu:

  1. Hubb (cinta)
  2. Khauf (takut)
  3. Raja’ (harapan)

Rasa hub (cinta kepada Allah) harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf (takut kepada Allah) harus dibarengi dengan raja’ (pengharapan kepada Allah. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:

……يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ ……  ٥٤

Artinya: “Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya”. (Surat Al-Maa-idah: 54).

…… وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ ……  ١٦٥

Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.”. (Surat Al-Baqarah: 165).

…… إِنَّهُمۡ كَانُواْ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَيَدۡعُونَنَا رَغَبٗا وَرَهَبٗاۖ وَكَانُواْ لَنَا خَٰشِعِينَ  ٩٠

Artinya: “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami”. (Surat Al-Anbiya’: 90).

Sebagian Salaf berkata: “Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mentauhidkan Allah)”. (Lihat Al-‘Ubudiyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, hal. 161-162. Cet. Maktabah Darul Ashaalah).

4. SYARAT DITERIMANYA IBADAH

Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya: “Barangsiapa yang beramal (ibadah) tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak”. (Riwayat Muslim no. 1718).

Agar suati ibadah dapat diterima maka disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:

  1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
  2. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena syarat ini mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

بَلَىٰۚ مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ  ١١٢

Artinya; “(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati”. (Surat Al-Baqarah: 112).

Pada lafadz ayat “Aslama wajhahu (menyerahkan diri)” artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Pada lafadz “Wahua muhsin (berbuat kebajikan)” artinya mengikuti Rasul-Nya -shallallahu ‘alaihi wa sallam-

Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah”. Sebagaimana Allah berfirman:

…… فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا  ١١٠

Artinya: “Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya”. (Surat Al-Kahfi: 110).

Hal yang demikian itu merupakan perwujudan dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah. (Lihat Al-‘Ubudiyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, hal. 221-222. Cet. Maktabah Darul Ashaalah).

Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”.

Jawabnya adalah:

PERTAMA: Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

…… فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصٗا لَّهُ ٱلدِّينَ  ٢

Artinya: “Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya”. (Surat Az-Zumar: 2).

KEDUA: Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang membuat syariat (memerintah dan melarang). Hak membuat syariat adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’ (membuat syariat).

KETIGA: Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita. Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan sehingga perlu disempurnakan lagi).

KEEMPAT: Sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.

5. KEUTAMAAN IBADAH

Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, karenanyalah Allah mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya berhak dipuji dan yang enggan melaksanakannya layak dicela.

Allah Ta’ala berfirman:

…… إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ  ٦٠

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (SuratAl-Mu’min: 60).

Di antara keutamaan ibadah adalah sebagai berikut:

1). Ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.

2). Manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah.

Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama.

Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain. (Mawaaridul Amaan Al-Muntaqa Min Ighatsatul Lahafan, hal. 67 karya Asy-Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid).

3). Ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.

4). Seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.

5). Ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.

Inilah sedikit penjelasan tentang pengertian ibadah dan keluasan cakupannya, semoga Allah membimbing kita di atas jalan yang lurus.

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Jum`at 12 Shafar 1444 H/ 09 September 2022 M.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Silahkan Dukung Dakwah Pesantren Minhajussunnah Al-Islamiy Desa Kotaraya Sulawesi Tengah Dengan Menjadi DONATUR.

REKENING DONASI: BRI. KCP. KOTARAYA 1076-0100-2269-535 a.n. PONPES MINHAJUSSUNNAH KOTARAYA, Konfirmasi ke nomer HP/WA 085291926000

PROPOSAL SINGKAT DI http://minhajussunnah.or.id/santri/proposal-singkat-program-dakwah-dan-pesantren-minhajussunnah-al-islamiy-kotaraya-sulawesi-tengah/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *