FAEDAH AQIDAH AHLUSSUNNAH UNTUK PEMULA (Bagian Ke 12) AL-WALA’ WAL BARA’ (CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH)

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

Bagian Pertama Dari Dua Tulisan

Siapa yang telah memahami kewajiban mentauhidkan Allah dan juga kewajiban menaati Rasulullah maka ketahuilah bahwa tidak diperbolehkan bagi kaum muslimin untuk loyal dan berkasih sayang kepada siapa saja yang memusuhi dan menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka adalah kerabat dekat yang paling dekat. Pembahasan Al-Wala’ wal Bara’mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan muatan syariat Islam.

Pembahasan ini akan kita jelaskan pada beberapa point dengan merujuk pada kitab Al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah ‘alaa Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, kitab Al-Wajiz fii ‘Aqiidatis Salafis Shalih, dan tambahan kitab-kitab lainnya.:

1. DEFINISI ‘AQIDAH AL-WALA’ DAN AL-BARA’

Al-Wala’ dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti, antara lain: mencintai, menolong, mengikuti, mendekat kepada sesuatu.

Dalam terminology syari’at Islam, al-wala’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang disukai dan diridhai Allah berupa perkataan, perbuatan, kepercayaan dan orang.

Sedangkan kata al-bara’ dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti, antara lain: menjauh, membersihkan diri, melepaskan diri dan memusuhi.

Dalam terminologi syari’at Islam, al-bara’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dibenci dan dimurkai Allah, berupa perkataan, perbuatan, keyakinan dan kepercayaan serta orang.

Jadi, ciri utama al-bara’ adalah membenci apa yang dibenci Allah secara terus menerus dan penuh komitmen.

Maka cakupan makna al-wala’ adalah apa yang dicintai Allah, sedangkan cakupan makna al-barra’ adalah apa yang dibenci Allah.

Dari penjelasan terdahulu, ‘aqidah al-wala’ dan al-bara’ dapat didefinisikan sebagai penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah serta apa yang dibenci dan dimurkai Allah, dalam hal perkataan, perbuatan, kepercayaan dan orang. Dari sini kemudian kaitan-kaitan al-wala’ dan al-bara’ dibagi menjadi empat:

1)- PERKATAAN. Do`a dan dzikir yang sesuai dengan Sunnah adalah dicintai Allah, sedangkan mencela dan memaki adalah dibenci Allah.

2)- PERBUATAN. Shalat, puasa, zakat, sedekah dan berbuat kebajikan, mengerjakan sunnah-sunnah Rasul -shallallahu `alaihi wa sallam- adalah dicintai Allah, sedangkan tidak shalat, tidak puasa, bakhil, riba, zina, minum khamr dan berbuat bid’ah adalah dibenci Allah.

3)- KEPERCAYAAN. Imam dan tauhid adalah dicintai Allah, sedangkan kufur syirik adalah dibenci Allah.

4)- ORANG. Orang yang muwahhid (mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah) adalah dicintai Allah sedangkan orang kafir, musyrik dan munafiq adalah dibenci Allah.

2. KEDUDUKAN AQIDAH AL-WALA’ DAN AL-BARA’ DALAM SYARI’AT ISLAM

`Aqidah al-wala’ danal-bara’ mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan muatan syari’at Islam. Berikut penjelasannya:

(1). Al-wala’ dan al-bara’ merupakan bagian penting dari makna syahadat.

Maka, ungkapan “tiada ilah” dalam syahadat “tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah” berarti melepaskan diri dari semua sesembahan selain Allah. Sebagaiman firman Allah:

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ ……  ٣٦

Artinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (Surat An-Nahl: 36).

Thaghut adalah segala sesuatu yang disembah selian Alah

(2). Al-wala’ dan al-bara’ merupakan bagian dari ikatan iman yang terkuat.

Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda:

أَوْثَقُ عُرَى الإِيْمَاِنِ: المُوَالَاةُ فِي اللهِ وَالمُعَادَاةُ فِي اللهِ وَالحُبُّ فِي اللهِ وَالبُغْضُ فِي اللهِ

Artinya: “Ikatan iman yang paling kuat adalah loyalitas karena Allah dan permusuhan karena Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah”. (Hasan: HR. Ath-Tirmidzi dalam Mu`jamul Kabir no. 11537, lihat Silsilah al-Ahadits ash-shahiihah [IV/306] no. 1728).

(3). Al-wala’ dan al-bara’ merupakan sebab utama yang menyebabkan hati dapat merasakan manisnya iman.

Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- menyebutkan tiga hal apabila terdapat pada seseorang ia akan merasakan lezatnya (manisnya) iman, di antaranya ialah:

وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ

Artinya: “… Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah…”. (Shahih: HR. Al-Bukhari no. 16, Muslim no. 43, At-Tirmidzi no. 2624, An-Nasa’I [VIII/96] dan Ibnu Majah no. 4033, dari hadits Anas bin Malik -radhiyallahu `anhu-.

(4). Pahala yang sangat besar bagi orang yang mencintai karena Allah.

Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ  وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ  وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Artinya: “Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata: Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya”. (Shahih: HR. Al-Bukhari no. 660, 1423 dan Muslim no. 1031 dari shahabat Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu-).

3. HUKUM ‘AQIDAH AL-WALA’ WAL BARA’

Hukum al-wala’ dan al-bara’ dalam syari’at Islam adalah wajib. Bahkan ia adalah salah satu konsekuensi dari kalimat syahadat لا إله إلا الله.

Mengenai hukum wajibnya, Allah –‘azza wajalla- berfirman:

لَّا يَتَّخِذِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَلَيۡسَ مِنَ ٱللَّهِ فِي شَيۡءٍ إِلَّآ أَن تَتَّقُواْ مِنۡهُمۡ تُقَىٰةٗۗ وَيُحَذِّرُكُمُ ٱللَّهُ نَفۡسَهُۥۗ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلۡمَصِيرُ  ٢٨

Artinya: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)”. (Surat Ali ‘Imran: 28).

Allah –‘azza wajalla- berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تُطِيعُواْ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يَرُدُّوكُمۡ عَلَىٰٓ أَعۡقَٰبِكُمۡ فَتَنقَلِبُواْ خَٰسِرِينَ  ١٤٩

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi”. (Surat Ali ‘Imran: 149).

Allah –‘azza wajalla- berfirman:

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوۡلِيَآءَۘ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ  ٥١

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (Surat Al-Maidah: 51).

Allah –‘azza wajalla- berfirman:

لَّا تَجِدُ قَوۡمٗا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ يُوَآدُّونَ مَنۡ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوۡ كَانُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ أَوۡ أَبۡنَآءَهُمۡ أَوۡ إِخۡوَٰنَهُمۡ أَوۡ عَشِيرَتَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٖ مِّنۡهُۖ وَيُدۡخِلُهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ أُوْلَٰٓئِكَ حِزۡبُ ٱللَّهِۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ  ٢٢

Artinya: “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. (Surat Al-Mujadilah: 22).

Selanjutnya Rasululah -shallalahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَن جامعَ المشركَ وسَكن معه فهو مِثلُه

Artinya: “Barangsiapa yang berkumpul dengan orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka dia itu sama dengannya”. (Shahih: HR. Abu Dawud no. 2787, dari shahabat Samurah bin Jundub -radhiyallahu’anhu-. Lihat Silsilah al-ahaadits ash-shahiihah no. 2330).

4. PEMBAGIAN MANUSIA BERDASARKAN AL-WALA’ WAL BARA’

Manusia, dari sudut al-wala’ dan al-bara’ terbagi menjadi tiga bagian:

PERTAMA, orang yang berhak mendapatkan wala’ (loyalitas) mutlak, yaitu orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah -‘azza wajalla- dan Rasulk-Nya -shallallahu’alaihi wa sallam- kemudian mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka dalam agama mereka dan meninggalkan larangan-larangan agama dengan ikhlas semata-mata karena Allah -‘azza wajalla-.

KEDUA, orang yang berhak mendapatkan wala’ di satu sisi dan berhak mendapatkan bara’ (pemutusan loyalitas) dari sisi lain, yaitu seorang muslim yang melakukan maksiat, yang melalaikan sebagian kewajiban agamanya dan melakukan sebagian perbuatan yang diharamkan Allah namun tidak menyebabkan ia menjadi kufur dengan tingkat kufur yang besar. Dasarnya adalah riwayat Imam al-Bukhari dari Shahabat ‘Umar bin al-Khaththab -radhiyallahu ‘anhu- bahwasannya ada seseorang paza zaman Nabi yang bernama ‘Abdullah, diberi laqab (gelar) dengan himar, dan ia sering membuat Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- tertawa. Ia pernah didera dengan sebab minum khamr. Kemdian pada suatu hari ia dibawa lagi kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-  (dengan sebab minum khamr), lalu beliau memerintahkan untuk didera. Lalu ada seseorang dari kaum itu berkata: Ya Allah, laknat (kutuk)lah dia, betapa sering ia dibawa menghadap Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-  (untuk didera). Maka Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wa sallam-  bersabda:

لا تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ ما عَلِمْتُ إنَّه يُحِبُّ اللَّهَ ورَسولَهُ

Artinya: “Janganlah kamu mengetuknya! Demi Allah, tidaklah aku mengetahui melainkan ia (masih tetap) mencintai Allah dan Rasul-Nya”. (Shahih: HR. Al-Bukhari no. 6780 dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [X/336-337] no. 2606 dari ‘Umar bin al-Khaththab -radhiyallahu ‘anhu-) .

KETIGA, Orang yang berhak mendapatkan bara’ mutlak, yaitu orang musyrik dan kafir, baik ia dari Yahudi atau Nasrani maupun Majusi dan lainnya. Sedang jika seorang muslim melakukan perbuatan yang menyebabkan jadi kafir, makai a dinyatakan murtad. Misalnya, berdo’a kepada selain Allah, meminta pertolongan di saat sulit kepada selain Allah, serta bertawakkal kepada selian Allah, atau meninggalkan shalat wajib (mengingkari kewajibannya) , atau mengingkari wujud Allah atau menghina Allah atau Rasul-Nya atau agama-Nya dan semacamnya, maka perbuatan ini membuat seseorang menjadi kafir, keluar dari Islam.

Pembahasan al-wala’ dan al-bara in syaa’allah kita lanjutkan pada edisi berikutnya denganpoint-point sebagai berikut:

  • HAK-HAK AL-WALA’
  • HAK-HAK AL-BARA’
  • HUKUM BERMUAMALAH DENGAN ORANG KAFIR
  • PERBEDAAN ANTARA AL-BARA’ DENGAN KEHARUSAN BERMUAMALAH YANG BAIK
  • CABANG-CABANG DARI PRINSIP AL-WALA’ DAN AL BARA’

Demikian tulisan pada jum`at kali ini, in syaa’allah kita lanjutkan pada jumat berikutnya untuk kelanjutan pembahasan yang sama, semoga Allah mudahkan.

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Jum`at 11 Shafar 1444 H/ 07 Oktober 2022 M.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Silahkan Dukung Dakwah Pesantren Minhajussunnah Al-Islamiy Desa Kotaraya Sulawesi Tengah Dengan Menjadi DONATUR.

REKENING DONASI: BRI. KCP. KOTARAYA 1076-0100-2269-535 a.n. PONPES MINHAJUSSUNNAH KOTARAYA, Konfirmasi ke nomer HP/WA 085291926000

PROPOSAL SINGKAT DI http://minhajussunnah.or.id/santri/proposal-singkat-program-dakwah-dan-pesantren-minhajussunnah-al-islamiy-kotaraya-sulawesi-tengah/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *