FAEDAH AQIDAH AHLUSSUNNAH UNTUK PEMULA (Bagian Ke 10) MAKNA TAUHID ASMA WA SHIFAT
Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais
Telah berlalu penjelasan bahwa Tauhid itu terbagi menjadi 3, yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid asma wa shifat. Pembagian ini bukan mengada-ada, namun sebuah kesimpulan setelah meneliti seluruh dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang shahih. Semoga Allah merahmati kita, di antara tuntutan beriman kepada Allah adalah mengimani tentang rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya dan juga asma wa shifat-Nya. Pembahasan tauhid rububiyyah dan uluhiyyah telah kita jelaskan pada buletin edisi sebelumnya, pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari tentang tauhid asma wa shifat.
1. PENGERTIAN TAUHID ASMA WA SHIFAT
Tauhid Asma wa shifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat Allah, dengan mengimani seluruh nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan untuk diri-Nya, tanpa memalingkan maknanya, tanpa menolaknya, tanpa menanyakan bagaimana dan tanpa menyamakan dengan sesuatu apapun.
2. DALIL DARI AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH TENTANG ASMA WA SHIFAT
Allah Ta`ala berfirman:
وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ وَذَرُواْ ٱلَّذِينَ يُلۡحِدُونَ فِيٓ أَسۡمَٰٓئِهِۦۚ سَيُجۡزَوۡنَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٨٠
Artinya: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (Surat Al-A`raf: 180).
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan mengatakan: “Allah -subhanahu wa ta`ala- di dalam ayat ini menetapkan untuk diri-Nya sebuah nama, mengabarkan bahwa nama-nama-Nya adalah baik. Dan Allah memerintahkan agar berdoa dengan menyebut nama-Nya, seperti seseorang berdoa dengan memanggil nama Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Hayyu, Ya Qayyum, Ya Rabbal `Alamin. Dan Allah mengancam orang-orang yang memalingkan nama-nama-Nya, yaitu orang-orang yang memalingkannya dari makna yang haq, entah dengan cara menolak maknanya atau mengubah maknanya dari makna yang shahih, atau dengan cara yang lain dengan membuat penyimpangan. (Lihat: ‘Aqidatut Tauhid hal. 74 Cet. Darul Ashimah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan).
Beliau juga menjelaskan: “Adapun dalil dari As-Sunnah sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu- bahwa sannya Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا
Artinya: “Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu”. (Riwayat Al-Bukhari no. 2736).
Nama-nama Allah tidaklah terbatas dengan angka tersebut saja, di sana terdapat dalil yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud -radhiyallahu `anhu- bahwasannya Nabi-shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda:
أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ
Artinya: “Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu”. (Riwayat Ahmad no. 3712, Ibnu Hibban no. 972, Lihat Ash-Shahihah no. 199). (Lihat: ‘Aqidatut Tauhid hal. 75 Cet. Darul Ashimah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan).
3. MANHAJ AHLUSSUNNAH WAL JAMA`AH DALAM MEMAHAMI ASAMA WA SHIFAT
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan mengatakan: Manhaj Ahlus sunnah wal jama`ah dari kalangan salafush shalih dan para pengikutnya mereka menetapkan nama dan sifat Allah dengan mencukupkan apa yang datang dari kitabullah dan sunnah Rasulullah, dan manhaj mereka tegak di atas kaidah berikut:
(1). Mereka menetapkan nama dan sifat Allah dengan mencukupkan atau membatasi pada makna dzahirnya saja, dan tidak mengubah apa yang datang dari kitabullah dan sunnah Rasulullah sebagaimana dzahirnya, serta tidak mengubah lafadz-lafadznya pada selain tempatnya.
(2). Tidak menyerupakan nama dan sifat Allah pada makhluk-Nya, sebagaimana Allah berfirman:
…… لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١١
Artinya: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat”. (Surat Asy-Syuura: 11).
(3). Tidak melewati batas dari apa-apa yang datang dari Al-Kitab dan As-Sunnah dalam menetapkan nama dan sifat Allah. Apa-apa yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan maka mereka (ahlus sunah) pun menetapkannya. Dan apa-apa yang telah Allah dan Rasul-Nya nafikan (tiadakan) maka mereka (ahlus sunah) pun menafikannya, dan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya mendiamkannya (tidak membahasnya) maka mereka pun tidak membahasnya.
(4). Berkeyakinan bahwa nash (dalil-dalil) tentang nama dan sifat Allah adalah termasuk ayat yang bisa dipahami dan dijelaskan maknanya, bukan termasuk ayat yang mutasyabbihat (tidak bisa dipahami).
(5). Menyerahkan kaifiyyat (tentang bagaimana sifat Allah) tanpa mencari tahu bagaimana-nya. (Lihat: ‘Aqidatut Tauhid hal. 75 Cet. Darul Ashimah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan).
4. KAEDAH-KAEDAH PENTING DALAM MEMAHAMI NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH
Berikut ini adalah kaedah-kaedah yang kami ringkas dari penjelasan Asy-Syaikh Muhammad bin shalih Al-Utsaimin dalam Syarh Lum`atul I`tiqad.
(1). Dalam memahami dalil-dalil Al-Quran dan As-Sunnah yang berkaitan dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah maka wajib membiarkan penunjukannya sesuai dzahirnya tanpa mengubahnya.
(2). Kaedah dalam nama-nama Allah ada beberapa point:
– Nama Allah itu semuanya pada puncak kebagusan dan paling tingginya. Karena Nama Allah itu mengandung sifat-sifat yang sempurna, tidak ada kekurangan padanya dalam segala sisinya.
– Nama Allah itu tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
– Nama Allah itu tidak boleh ditetapkan dengan akal, akan tetapi ditetapkan dengan syariat.
– Setiap nama dari nama-nama Allah itu menunjukkan atas dzat Allah dan menunjukkan sifat yang terkandung di dalamnya.
(3). Kaedah dalam sifat-sifat Allah ada beberapa point:
– Sifat-sifat Allah itu semuanya tinggi, sifat yang sempurna dan terpuji, tidak ada kekurangan padanya dari segala sisinya.
– Sifat-sifat Allah itu terbagi dua macam: Sifat tsubutiyah dan sifat salbiyyah. Sifat tsubutiyyah adalah sifat yang Allah tetapkan untuk diri-Nya. Seperti sifat Hidup, Ilmu dan Maha Kuasa. Sedangkan sifat salbiyyah Adalah sifat yang Allah menafikannya (meniadakannya) dari diri-Nya, seperti sifat zhalim. Maka wajib kita menafikannya dari Allah karena Allah telah menafikannya dari diriNya.
– Sifat tsubutiyyah terbagi menjadi dua macam: Sifat dzatiyyah dan sifat fi`liyyah. Sifat dzatiyyah adalah sifat yang Allah terus menerus dan senantiasa disifati dengan sifat ini misalnya sifat mendengar dan sifat melihat. Sifat fi’liyyah adalah sifat yang tergantung dengan masyi’ah (kehendak) Allah. Jika Allah berkehendak melakukannya, jika Allah tidak menghendaki maka Dia tidak melakukannya. Seperti sifat Istiwa (tinggi) di atas ‘Arsy dan sifat datang (di hari Kiamat). (Lihat: Syahr Lum`ah Al-I`tiqad, hal. 4-7 Cet. Daar Ibnul Jauzy Kairo, karya Asy-Syaikh Muhammad bin shalih Al-Utsaimin).
5. KEUTAMAAN MEMPELAJARI NAMA DAN SIFAT ALLAH
Di antara keutamaan mempelajari nama dan sifat Allah adalah:
(1). Memahami tauhid Asma’ wa Sifat adalah ilmu yang paling agung dan paling utama secara mutlak, karena ilmu Asma’ wa Shifat ini berhubungan langsung dengan Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-.
Al-Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Sesungguhnya keutamaan suatu ilmu mengikuti keutamaan obyek yang dipelajarinya. karena keyakinan akan dalil-dalil dan bukti-bukti keberadaannya. juga karena besarnya kebutuhan dan manfaat untuk memahaminya. Maka tidak diragukan lagi, bahwa ilmu tentang Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-, nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Perbandingan ilmu ini dengan ilmu-ilmu yang lain adalah seperti perbandingan (kemahasempurnaan) Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- dengan semua obyek yang dipelajari (dalam) ilmu-ilmu lainnya”. (Lihat Kitab Miftahud-daaris sa`aadah [I/86]).
(2). Memahami tauhid Asmaa’ wa Shifat Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- adalah landasan utama semua ilmu yang lainnya.
Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah –rahimahullah- berkata: “Ilmu tentang nama, sifat dan perbuatan Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- adalah landasan semua ilmu. Semua ilmu lainnya mengikuti ilmu ini; yang juga dibutuhkan untuk mewujudkan keberadaan ilmu-ilmu lainnya. Sehingga ilmu ini merupakan asas/dasar dan landasan bagi setiap ilmu lainnya. Barangsiapa yang mengenal Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- maka dia akan mengenal selain-Nya, dan barangsiapa yang tidak mengenal-Nya maka lebih lagi dia tidak akan mengenal selain-Nya. Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- berfirman:
وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ نَسُواْ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمۡ أَنفُسَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١٩
Artinya: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik”. (Al-Hasyr: 19).
3). Ketakutan dan ketakwaan yang sebenarnya kepada Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- hanya bisa dicapai dengan mengenal Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala- dengan cara yang benar, melalui pemahaman terhadap nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Allah `Azza wa Jalla berfirman:
…… إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ٢٨
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allah)”. (Surat Fathir :28).
Al-Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata: “Semakin bertambah pengetahuan seorang hamba terhadap (nama-nama dan sifat-sifat) Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-, maka semakin bertambah pula rasa takut dan pengagungannya kepada-Nya, yang kemudian pengetahuannya ini akan mewariskan perasaan malu, pengagungan, pemuliaaan, merasa selalu diawasi, kecintaan, bertawakal, selalu kembali, serta ridha dan tunduk kepada perintah Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-”. (Lihat Kitab Raudhatul Muhibbiin hal. 406).
Asy-Syaikh `Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy –rahimahullah- berkata: “Semakin banyak pengetahuan seseorang terhadap (nama-nama dan sifat-sifat) Allah maka rasa takutnya kepada-Nya pun semakin besar, yang kemudian rasa takut ini menjadikan dirinya (selalu) menjauhkan dirinya dari perbuatan-perbuatan maksiat dan (senantiasa) mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan yang ditakutinya (Allah -Subhaanahu Wa Ta`aala-)”. (Lihat Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan Fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan, hal. 689. Cet. Maktabah An-Nubalaa’. Karya Asy-Syaikh `Abdurrahman bin Nashir As-Sa`diy).
Inilah sedikit penjelasan ringkas tentang tauhid asma wa shifat, semoga Allah membimbing kita di atas jalan yang lurus.
|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Jum`at 26 Shafar 1444 H/ 23 September 2022 M.
Silahkan Dukung Dakwah Pesantren Minhajussunnah Al-Islamiy Desa Kotaraya Sulawesi Tengah Dengan Menjadi DONATUR.
REKENING DONASI: BRI. KCP. KOTARAYA 1076-0100-2269-535 a.n. PONPES MINHAJUSSUNNAH KOTARAYA, Konfirmasi ke nomer HP/WA 085291926000
PROPOSAL SINGKAT DI http://minhajussunnah.or.id/santri/proposal-singkat-program-dakwah-dan-pesantren-minhajussunnah-al-islamiy-kotaraya-sulawesi-tengah/