6 HAL YANG SERING DILUPAKAN MENJELANG RAMADHAN

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

6 HAL YANG SERING DILUPAKAN MENJELANG RAMADHAN, ini adalah tema kita. apa sih yang terbenak dalam benak kita setiap terdengar atau terbaca kata ramadhan? Ramadhan, waktu yang selalu datang setiap tahunnya, pasti datang, entah kita sudah hidup, masih hidup, atau sudah mati. Ia bagian dari pergantian bulan yang Allah kehendaki.

Ramadhan selalu identic dengan puasa, dengan membaca Al-qur’an, dengan taqwa. Sebagaimana Allah sebutkan dalam Al-qur’an tentang tujuan puasa adalah la`allakum tattaquun.

Banyak yang sudah berpengalaman dengan datangnya bulan ramadhan, berpangalanan dengan datangnya bulan Ramadhan itu belum tentu bisa dipastikan berpengalaman juga dalam hal menjaga dan memanfaatkan waktu-waktu di bulan Ramadhan. Banyak kaum muslimin bahkan menyepelekan Ramadhan, sebagian mereka berkata: ahh Cuma ramadhan saja kenamapa mesti heboh, gak usah lah di dramatisir, nanti juga bakal selesai, tiap tahun juga datang masak kaget, sudah 30 tahun saya bertemu ramadhan tapi gak taqwa-taqwa juga.

Sebenarnya, masalah kita kok gak bisa meraih taqwa itu kembalinya adalah karena diri kita sendiri, yang bermasalah itu diri kita.

Apa yang mesti kita persiapkan menjelang Ramadhan, agar kita Ramadhannya tidak sekedar berlalunya masa tanpa hadiah taqwa? Berikut jawaban yang semoga bisa mengenyangkan rasa lapar dan menghilangkan rasa dahaga terhadap ilmu tentang persiapan Ramadhan.

1). NIAT

Niat yang dimaksud di sini bukan nawaitu, namun sebuah tekad dari hati tentang kerelaan dalam menerima ketetapan adanya Ramadhan dan hal-hal yang disyariatkan di dalamnya.

Kesungguhan seseorang tidak akan terjadi tanpa adanya niat yang tulus dan tujuan yang lurus. Seorang anak yang lulus SMA misalnya, yang gak punya niat kuliah tapi dipaksa oleh orang tuanya bahwa ia harus kuliah di universitas A dengan fasilitas mewah sekalipun, kalo itu bukan dari niat yang tulus niscaya –biasanya- tidak akan bertahan lama, atau pun jika bertahan lama paling-paling tidak serius dalam kuliahnya, kenapa? Karena tidak memiliki niat, tidak memiliki tekad, tidak memiliki kerelaan hati, merasa dipaksa, tidak memasang kuda-kuda kesungguhan dalam bertahan. Hanya akan timbul salah satu dari dua hal, entah berhenti kuliah atau lanjut tapi tak serius.

Begitu pun ketika seseorang berhadapan dengan Ramadhan dan hal-hal yang Allah syari`atkan di dalamnya, harus punya niat yang benar, mau ngapain di bulan Ramadhan? Luruskan NIAT.

Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى

Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. (Riwayat Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907).

Tanpa niat dan tekad yang tulus, kita tidak akan kuat hidup bersama Ramadhan, karena Ramadhan datang tidak sendirian, ia bersama dengan teman-temannya, maksudnya ia datang bersama dengan amalan-amalan lain yang tidak hanya puasa namun sangat dianjutkan di amalkan di bulan Ramadhan.

Amalan-amalan mulia di bulan yang mulia (Ramadhan) di antaranya adalah:

  1. Puasa
  2. Shalat Tarawih
  3. Membaca Al-Qur’an
  4. Shadaqah dan memberikan makanan
  5. Berdoa
  6. I’tikaf
  7. Menghidupkan 10 Malam Terakhir Terutama Malam Lailatul Qadr
  8. Allah –ta’ala- telah mewajibkan zakat fitrah pada akhir bulan Ramadhan, zakat tersebut dinamakan zakat fitri

Kita mesti punya niat yang tulus dari hati bahwa Ramadhan tahun ini mesti lebih baik, lebih berkualitas, lebih membaca Al-Qur`an, lebih banyak bersedakah, lebih aktif sholat tarawih berjamaah, lebih mampu menghidupkan malam-malam terakhir Ramadhan, lebih mampu menjaga lisan, dll. Untuk kesemua itu demi mempertahankan niat yang sudah kita bulatkan kita mesti memiliki ilmu tentang Ramadhan.

2). BERSIHKAN HATI DARI DOSA DAN KEMAKSIATAN

Taubat pada dasarnya adalah kewajiban semumur hidup. Akan tetapi karena akan (menyambut) kedatangan bulan yang agung dan barokah ini, maka lebih tepat lagi jika seseorang segera  bertaubat dari dosa-dosanya yang diperbuat kepada Allah serta dosa-dosa karena hak-hak orang lain yang terzalimi.  Agar ketika memasuki bulan yang barokah ini, dia disibukkan melakukan ketaatan dan ibadah dengan dada lapang dan hati tenang.

Allah ta’ala berfirman:

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS. An-Nur: 31).

Dan dari Al-Aghar bin Yasar radhiallahu ’anhu dari Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat (kepada Allah) dalam sehari seratus kali”. (Riwayat Muslim, no. 2702).

Bila ada yang bertanya; mengapa mesti bertaubat untuk mempersiapkan ibadah? Jawabannya agar hati kita bersih saat beribadah, dan amal kita menjadi amalan yang dikerjakan beriring semangat. Karena banyaknya seseorang terganggu dan malas dalam amal sholih disebabkan karena dosa-dosanya sendiri.

Syeikh Fudhail bin Iyadh pernah berkata: “Jika engkau tidak mampu menunaikan shalat malam dan puasa di siang hari, maka ketahuilah bahwa engkau sebenarnya sedang dalam keadaan terhalang, karena dosa-dosamu begitu banyak.”

Syeikh Ibrahim bin Adham pernah didatangi oleh seseorang untuk meminta nasehat agar ia bisa mengerjakan shalat malam. Beliau kemudian berkata kepadanya, “Janganlah engkau bermaksiat kepada Allah Azza Wajalla di siang hari, niscaya Allah akan membangunkanmu untuk bermunajat dihadapan-Nya malam hari. Sebab munajatmu di hadapan-Nya di malam hari merupakan kemuliaan yang paling besar, sedangkan orang yang bermaksiat tidak berhak mendapatkan kemuliaan itu”.

Seseorang datang kepada Al-Imam Al-Ghazali untuk menanyakan kepada beliau mengenai sesuatu yang menyebabkannya tidak bisa bangun malam untuk mengerjakan shalat. Beliau menjawab: “Dosa dosamu telah membelenggumu”.

Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata: “Aku pernah terhalang (tidak bisa bangun) untuk mengerjakan shalat malam selama lima bulan disebabkan satu dosa yang telah aku lakukan”.

Ditanyakanlah kepada beliau: “Dosa apakah itu? Beliau menjawab: “Aku melihat seorang laki-laki yang menangis, lalu aku katakan di dalam hatiku bahwa itu dilakukan nya sebagai bentuk kepura-puraan saja”.

Salah seorang dari kalangan ulama mengatakan: “Betapa sering sesuap makanan itu menghalangi pelaksanaan shalat malam. Betapa sering pandangan itu menghalangi seseorang dari membaca satu surat dari Al-Qur’an. Sungguh seorang hamba itu akan menyantap satu makanan atau melakukan sesuatu perbuatan yang ternyata bisa menyebabkannya tidak mampu mengerjakan shalat malam selama satu tahun”.

Intinya, terhalangnya seseorang dari ibadah adalah karena terbelenggu oleh dosanya. Maka tanyakan kepada diri masing-masing saat terhalang dari puasa, saya dosa apa ya? Saat terhalang dari membaca al-qur’an, saya dosa apa? Saat terhalang dari majelis ilmu, saya dosa apa ya? Bisa saja seseorang terhalang karena alasan syar`I, dan tidak sedikit yang alasan tersebut karena pintarnya syetan mengelabuhi.

3). MEMPERSIAPKAN ILMU

Ilmu itu mesti ada sebelum berbuat dan bertindak. Mu’adz bin Jabal –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,

العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ

Artinya: “Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu”. (Lihat: Al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, hal. 15).

Belajar ilmu Ramadhan, atau ilmu tentang puasa Ramadhan, atau ilmu tentang shalat tarawih, atau ilmu tentang berbuka dan sahur, ilmu-ilmu ini mestinya sudah TAMAT kita pelajari sebelum Ramadhan kita mulai, kenapa? Karena agar kita tidak telat dan agar ibadah kita berjalan berdasarkan ilmu yakni dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Jangan sampai belajar ilmu tentang Ramadhan ini dadakan, seandainya tahu-tempe maka bisa digoreng dadakan, tapi bila menyangkut tantang ilmu syar`I maka tidak bisa instant. Bila ada orang belajar instant tentang Ramadhan itu malah mengkhawatirkan. Kita ambil permisalan tukang ojeg misalnya, dia berani mencari penumpang di pangkalan ojeg tapi baru belajar naik motor menit itu juga, sambil bertanya-tanya tentang tata cara naik motor, cara membunyikannya, cara menarik gasnya, cara menginjak remnya, dll. Kira-kira tukang ojeg seperti ini siap apa belum untuk mengendarai motornya? Ada gak penumpang yang siap dibonceng oleh dia? Tentu akan mengkhawatirkan meskipun seandainya motornya bisa dia kendarai namun akan oleng dalam perjalanannya. Dan ia tetap dianggap belum siap meskipun menggunakan atribut seragam ojeg.

Demikian pula orang yang memasuki bulan Ramadhan dengan balajar dadakan, meskipun ia memakai surban sepanjang 10 meter dengan atribut lainnya semisal tasbih dari biji kelapa tetap saja dia dianggap belum mempersiapkan diri bila tidak mengilmui tentang Ramadhan.

Contoh ilmu-ilmu yang salah sebelum Ramadhan karena tidak mengikuti petunjuk Rasulullah adalah sebagai berikut:

  1. Meminta maaf sebelum Ramadhan.
  2. Mandi besar sebelum Ramadhan.
  3. Ziarah khusus menjelang Ramadhan.

Ini hanya beberapa contoh saja, utamakan beribadah di atas sunnah nabi kita –shallallahu`alaihi wa sallam- agar amalan kita diterima oleh Allah. Bila bukan dengan mengikuti Nabi kita dalam beribadah lalu ikut siapa?

Mengapa kita seketat itu dalam keharusan berilmu dulu sebelum Ramadhan?

Minimal ada dua alasan yang mesti kita ketahui tentang kenapa sih kita mesti berilmu sebelum Ramadhan???

[1]. Karena banyak kaum muslimin yang puasanya hanya mendapat lapar dan dahaga. Secara dzohir mereka puasa, mereka tidak makan dan minum di siang hari, tapi tidak mendapat pahala, tidak mendapat balasan kecuali lapar dan dahaga. Bahasa lainnya adalah bahwa puasanya sia-sia. Rasulullah –shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga”. (Riwayat Ath-Thabraniy dalam Al-Kabir dan sanadnya tidaklah mengapa. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi –yaitu shahih dilihat dari jalur lainnya).

Tahukah kita apa saja yang menyebabkan puasa kita sia-sia? Yuk kita cek!!

Pertama, Berkata Dusta (qouluz-zuur)

Berdusta itu bikin puasa tak berpahala, membuat puasa sia-sia, menjadikan puasa hanya lapar dan dahaga, membuat puasa sebatas pelepas tanggung jawab semata.

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan”. (Riwayat Al-Bukhari no. 1903).

Apa yang dimaksud dengan qauluz-zuur? Al-Imam As-Suyuthi mengatakan bahwa az-zuur adalah berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya berarti melakukan perbuatan keji yang merupakan konsekuensinya yang telah Allah larang. (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah).

Kedua, Berkata laghwu (perkataan sia-sia) dan rofats (kata-kata porno/jorok)

Amalan kedua yang menyebabkan amalan puasa seseorang menjadi sia-sia adalah perkataan laghwu dan rofats.

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

Artinya: “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (Riwayat Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Apa yang dimaksud dengan lagwu?, Al-Akhfasy mengatakan:

اللَّغْو الْكَلَام الَّذِي لَا أَصْل لَهُ مِنْ الْبَاطِل وَشَبَهه

Artinya: “Laghwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah”. (Lihat Fathul Bari [III/346]).

Lalu apa yang dimaksudkan dengan rofats? Ibnu Hajar mengatakan:

وَيُطْلَق عَلَى التَّعْرِيض بِهِ وَعَلَى الْفُحْش فِي الْقَوْل

Artinya: “Istilah Rofats digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji”. (Fathul Bari [V/157]).

Ketiga, Melakukan Berbagai Macam Maksiat

Puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun hendaknya seorang yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram. Ibnu Rajab Al-Hambali menasehati dalam ucapan beliau berikut: “Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti makan atau berhubungan badan dengan istri, pen) tidak akan sempurna hingga seseorang mau mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan”. (Latha’if Al Ma’arif, [1/168], Asy Syamilah).

Jabir bin ‘Abdillah juga menyampaikan nasehat yang sangat bagus : “Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan antara hari puasamu dan hari tidak berpuasamu itu sama saja”. (Lihat Latha’if Al Ma’arif, [1/168], Asy Syamilah).

YANG KEDUA, Mengapa kita seketat itu dalam keharusan berilmu dulu sebelum Ramadhan?

[2]. Banyak orang-orang yang ketika memasuki bulan Ramadhan, bukannya mendapat taqwa namun malah mendapat celaka, ramadhan menjadi boomerang baginya. Kenapa?? Ya, karena tidak berilmu tentang Ramadhan.

Ramadhan adalah tamu yang bukan sembarang tamu, kedatangannya bukan membawa oleh-oleh makanan atau minuman, namun kehadirannya bahkan selalu diiringi dengan ampunan dan taqwa.

Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:

وَرَغِمَ أَنْفُ

Artinya: “SUNGGUH SANGAT TERHINA, SANGAT CELAKA”.

Coba perhatikan sabda nabi tersebut, nabi mengatakan SUNGGUH SANGAT CELAKA. Kira-kira kesalahan apa yang diperbuat orang tersebut sampai-sampai Nabi mendoakan celaka. Padahal Nabi pernah dihina, dicaci, dituduh tukang sihir, dianggap orang gila, dilempari batu hingga berdarah saat terusir dari daerah Thaif, dilumuri dengan kotoran saat sujud di sisi Ka`bah, bahkan dipecahkan gigi beliau saat perang uhud, namun Nabi tak mendoakan CELAKA untuk mereka. Giliran ini, ada sabda Nabi yang isinya adalah sambutan dan vonis kecelakaan, ada apa gerangan? Apa kesalahannya?

وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

Artinya: “Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang datang kepadanya bulan Ramadhan kemudian bulan tersebut berlalu namun dirinya belum diampuni (dosa-dosanya)”. (Lihat At-Tirmidzi no. 3545, Dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi).

4). GEMBIRA DENGAN SEMAKIN DEKATNYA KEDATANGAN BULAN YANG AGUNG INI.

Sesungguhnya mendapatkan bulan Ramadan termasuk nikmat Allah yang agung bagi seorang hamba yang muslim. Karena bulan Ramadan termasuk musim kebaikan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. Nabi –shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda:

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ , تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ , وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ , وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ , لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ,مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Artinya: “TELAH DATANG RAMADHAN KEPADA KALIAN, bulan penuh berkah, Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan atas kalian untuk berpuasa padanya, di dalamnya dibukakan pintu-pintu langit, ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu pemimpin setan, dan di dalamnya Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang diharamkan dari kebaikannya maka sungguh dia telah-benar-benar diharamkan dari kebaikan”. (Riwayat An-Nasa’I no. 2106, Ahmad no. 8769, dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no. 999).

Rasulullah sangat bergembira bila menjelang datangnya bulan Ramadhan, sampai beliau bersabda:

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ ، وَمَرَدَةُ الْجِنِّ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ ، وَيُنَادِي مُنَادٍ : يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

Artinya: “Apabila malam pertama bulan Ramadhan tiba, maka syetan-syetan dan pembesar Jin dibelenggu, pintu-pintu Neraka ditutup sehingga tidak ada satupun pintu Neraka yang terbuka. Dan pintu-pintu Surga dibuka sehingga tidak satupun pintu Surga yang ditutup. Kemudian ada seorang penyeru yang memanggil-manggil: “Wahai pencari kebaikan, sambutlah!!!! Wahai pencari kejelakan kurangilah!!! Dan Allah membebaskan orang-orang dari api Neraka pada setiap Malam (Ramadhan)”. (Riwayat At-Tirmidzi no. 682, Ibnu Majah no. 1642, dan dihasankan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahiihul Jaami` no. 759, dari sahabat Abu Hurairah -radhiallahu ’anhu-).

Kalimat “Wahai pencari kebaikan, sambutlah!!!! Ini menunjukkan bahwa mestinya seorang muslim bergembira dan menyambut datangnya Ramadhan dengan suka cita.

Jangan sampai kita menjadi salah satu dari orang yang ketika datang bulan Ramadhan bukannya bergembira namun malah merasa sempit di dada, merasa akan terpenjara,mungkinkah ia syetan dari jenis manusia yang bila datang Ramadhan jiwanya terpenjara dan merasa sempit, merasa tak bisa leluasa dalam makan dan minum. Syetan-syetan dari jenis manusia seperti itu memang ada, sebagaimana ketika adzan berkumandang mestinya syetan yang lari menjauh, namun ternyata ada juga manusia yang lari menjauh dengan cara menutup telinga atau membuat sesuatu yang gaduh atau mengerjakan seseuatu yang menjadi sebab tak memperhatikan adzan. Kita berlindung kepada Allah dari sifat-sifat syetan.

Pada hakikatnya, perintah berpuasa dengan menahan makan dan minum dari sejak terbit fajar yakni waktu shubuh sampai terbenam matahari serta meninggalkan hal-hal yang bisa membatalkan puasa dengan niat ibadah untuk Allah adalah sebuah amalan yang sangat penting.

Dengan Ramadhan seakan Allah mengajari kita bahwa dalam hidup ini mesti wajib punya REM. Dalam 12 bulan, Allah buatkan kita peraturan ngeREM sebulan dalam masalah makanan dan minuman serta hal-hal lain seputar puasa.

Dan REM ini jangan pernah dianggap remeh, bahkan bila seseorang inginn selamat dan bahagia mesti wajib punya REM, tidak boleh dalam hidup ini GAS terus, karena bukannya selamat malah tidak akan sampai tujuan.

Coba bayangkan!!! Sejenak saja!!! Ada orang jual mobil ke kita dan kita bayar tunai, setelah terjadi akad jual beli ternyata mobil tersebut tidak ada REMnya, kira-kira kita takjub dan bangga dengan mobil yang kita beli atau bahkan komplain??? Benar, complain karena gak akan dianggap mobilnya yang baik kalo hanya ada GAS tanpa REM.

Dan mobil yang tanpa REM ini seandainya kita manfaatkan untuk sebuah perjalanan dari OGOANSAM – KOTARAYA dengan kecepatan 120 KM/JAM dibanding motor yang ada REMnya dengan kecepatan 60 KM/JAM kira-kira lebih dulu yang mana yang akan sampai mengantarkan pengendaranya?? Jawabannya tentu –in syaa’allah- motor, karena si mobil udah nyangkut di jurang daerah sekitar pangas sana -mungkin-.

INGIN SURGA TAPI TANPA REM? MIMPI. Ingin surga namun terus menerjang dosa, menerjang aturan, menerjang kemaksiatan, menerjang larangan, tidak mau diatur oleh Allah dengan batasan-batasan syari`at, tidak seperti itu cara sampai pada tujuan, kawan.

Kita kalo naik motor atau mobil tanpa REM itu mestinya senang apa panic?? Iya mestinya panic bukannya malah asyik, aneh ketika seseorang dalam keadaan bahaya namun malah jingkrak gembira.

Jadi, yang keempat adalah bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan, sebagaimana kita bergembira ketika hampir nabrak jurang lalu ternyata REM kita masih berfungsi dengan baik.

5). MENYELESAIKAN TANGGUNGAN (QADHA) KEWAJIBAN PUASA.

Dari Abu Salamah, dia berkata, saya mendengar ‘Aisyah radhiallahu ’anha berkata: “Aku memiliki kewajiban berpuasa dari bulan Ramadan lalu, dan aku baru dapat mengqadanya pada bulan Sya’ban’. (Riwayat Al-Bukhari no. 1849, dan Muslim no. 1146).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Dari keseriusan beliau (mengqadha) pada bulan Sya’ban disimpulkan bahwa hal itu menunjukkan tidak diperkenankan mengakhirkan qadha sampai memasuki bulan Ramadan berikutnya”. (Fathul Bari, [IV/191]).

6). BERDOA AGAR BERTEMU DENGAN RAMADHAN DAN DIMUDAHKAN MELAKUKAN KETAATAN DI DALAMNYA

Diriwayatkan dari sebagian (ulama) salaf, bahwa mereka berdoa kepada allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan ramadan, kemudian mereka berdoa lagi lima bulan setelahnya semoga amalnya diterima. Seorang muslim hendaknya berdoa kepada tuhannya agar mendapatkan bulan ramadan dalam keadaan baik,  dari sisi agama maupun fisik, juga hendaknya dia berdoa semoga dibantu dalam mentaati-nya serta berdoa semoga amalnya diterima.

Berdoa kepada Allah adalah sebuah bukti bahwa seseorang menggantungkan urusannya kepada Allah. Kita ini diajari untuk bergantung hanya kepada Allah saja, jangan bergantung dengan pengalaman, mentang-mentang sudah pernah ketemu Ramadhan 30 kali –misalnya-, ketika ditanya: pak gak persiapan Ramadhan? Maaf dah senior, jawabnya.

Jangan mengandalkan pengalaman! Kita ini makhluk yang sangat lemah, bila bukan karena bantuan dari Allah maka sungguh tidak ada suatu ibadah yang mampu kita kerjakan dengan mudah. Rasulullah sampai berdo`a:

Dari Anas bin Malik, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً

Artinya: “Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan ketika engkau menjadikan suatu kesedihan (kesulitan), namun jika Engkau menghendaki  pasti akan menjadi mudah”. (Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (III/255). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi ‘Umar, Ibnus Suni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah. (Lihat Jaami’ul Ahadits, VI/257, Asy Syamilah).

Faedah singkat dari do’a di atas:

  1. Kemudahan hanya datang dari Allah. Sesuatu yang sangat sulit sekalipun bisa menjadi mudah jika Allah menghendaki untuk menjadi mudah.
  2. Hendaklah hati selalu bergantung menyandarkan diri kepada Allah, bukan bergantung pada diri sendiri yang lemah dan sangat lemah ini.
  3. Jika hati terlalu yakin atau terlalu PD (percaya diri) sehingga melupakan Allah Ta`ala, maka sungguh urusan tersebut bahkan akan semakin sulit.
  4. Manusia punya kehendak. Namun kehendak tersebut bisa terealisasi dengan baik dan sempurna, jika Allah menghendakinya. Oleh karena itu, hati seharusnya bersandar kepada Allah saja, termasuk dalam hal keinginan mencapai target amalan mulia di bulan yang mulia.

Bergantunglah dengan kekuatan dari Allah dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Itulah sebabnya mengapa kita setiap pagi disuruh membaca:

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا

Artinya: “Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri (tidak butuh segala sesuatu), dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan engkau serahkan (tanpa mendapat pertolongan dariMu) urusan tersebut kepadaku sekali pun sekejap mata”. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim, dinyatakan shahih oleh beliau dan disetujui oleh Adz-Dzahabi [I/545]. Lihat Shahih At-Targhib Wat-Tarhib [I/273]).

KESIMPULAN DAN NASEHAT PENUTUP

Kesimpulannya silahkan disimpulkan sendiri! Adapun nasehat penutup:

Saat ini kita berada di bulan sya`ban, sekitar 18 hari lagi menuju Ramadhan. Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لا يَصُومُ ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلا رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Artinya: “Dari ‘Aisyah radhiallahu ’anha: “Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa sampai kami mengatakan (mengira) dia tidak pernah berbuka. Dan (lain waktu) beliau tidak berpuasa sampai kami mengatakan (mengira) dia pernah berpuasa. Dan aku tidak melihat Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh selain di bulan Ramadan dan aku tidak melihat Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam memperbanyak berpuasa selain di bulan Sya’ban”. (Riwayat Al-Bukhari no. 1868, Muslim no 1156).

Dari Usamah bin Zaid -radhiallahu ’anhu-, dia berkata: “Saya bertanya, Wahai Rasulullah saya tidak pernah melihat anda berpuasa di antara bulan-bulan yang ada seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” (Beliau) bersabda: “Itu adalah bulan yang sering diabaikan orang, antara Rajab dan Ramadan. Yaitu bulan yang di dalamnya diangkat amal (seorang hamba) kepada Tuhan seluruh alam. Dan aku senang saat amalanku diangkat, aku dalam kondisi berpuasa”. (Riwayat An-Nasa’i no. 2357, dinyatakan  hasan oleh Al-Imam Al-Albaniy dalam Shahih An-Nasa’i).

Dalam hadits tersebut dijelaskan hikmah berpuasa pada bulan Sya’ban, apa hikmahnya?? Di antaranya yaitu bulan diangkatnya amalan. Sebagian ulama menyebutkan hikmah lainnya, yaitu bahwa puasa (pada bulan Sya’ban) kedudukannya seperti sholat sunnah qabliyah dalam shalat fardhu. Agar jiwa merasa siap dan bersemangat dalam menunaikan kewajiban. Demikianlah yang dikatakan terhadap puasa di bulan Sya’ban sebelum Ramadan.

Dari penjelasan tersebut nampaklah bahwasannya amalan-amalan bulan Ramadhan itu sudah mulai dikerjakan di bulan Sya’ban. Hal itu diperkuat dengan amalan para ulama yang mempraktekkannya. Untuk apa semua itu? PEMANASAN, BIAR GAK KERAM, GAK KAGET, GAK GAMPANG DOWN.

Persiapan dan pemanasan itu penting, hampir setiap jenis pertandingan dalam olah Raga, sebelum berjuang di lapangan pasti melakukan pemanasan, tidak ada atlit yang sebelum terjun ke lapangan itu disuruh tidur-tiduran dulu, meskipun sekedar pemain cadangan. Tujuan apa?? Bila seorang pemain langsung terjun ke lapangan tanpa pemanasan maka kakinya akan keram. Begitu juga kenapa banyak orang yang baru start awal bulan Rmadhan badannya sudah keram, lelah, malas, karena persiapannya dadakan. Kendaraan misalnya, sebelum digunakan kalo pagi diapakan dulu? dipanasi, dilakukan sebuah pemanasan, biar gak tiba-tiba mati mesin dii tengah jalan. Allahu A`lam.

Segala puji untuk Allah yang dengan nikmat-Nya terselesaikan amal-amal shalih, tulisan ini adalah naskah kajian tematik di Masjid Al-Muhajirin desa Ogoansam Kec. Palasa Sulawesi Tengah pada hari Sabtu malam Ahad 12 Sya`ban 1439 H/28 April 2018 M.

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Sabtu 12 Sya`ban 1439 H/28 April 2018 M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *