ADAB DISKUSI

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

Para ulama’ menjelaskan bahwa bertengkar dalam perkara agama adalah tercela, namun mujaadalah (berbantahan) dengan cara yang baik adalah disyariatkan, sebagaimana Allah berfirman (artinya): “dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik…” (An-nahl: 125). Mak jika debat itu memang mesti terjadi, hendaknya tidak mengesampingkan adab-adab di dalamnya agar tujuan dari diskusi dapat tercapai.

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas –hafidzahullah- menulis: Sebagian diskusi ilmiyah yang dilakukan sebagian penuntut ilmu terkadang keluar dari tujuan utamanya dan membawa mereka terjatuh ke dalam hal-hal yang dilarang syari’at. Baik karena ingin menang sendiri, sombong tidak mau menerima kebenaran, balas dendam kepada lawan diskusinya karena harus menarik kembali pendapatnya yang salah, dan lainnya.

Semua ini tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim apalagi jika dia sebagai penuntut ilmu yang menjadi panutan dan contoh dalam perkataan, perbuatan, dan semua tingkah lakunya.

Berikut ini adab-adab berdiskusi yang semestinya diperhatikan oleh para penuntut ilmu:

1. Hendaklah mencari keridhaan Allah ta’ala dengan menampakkan kebenaran.
Para ulama salaf berdiskusi untuk saling menasehati dan menampakkan kebenaran. Jika seseorang dari mereka tidak mengetahui maka yang lain mengingatkannya. Sebab, tujuan diskusi adalah menampakkan kebenaran.

2. Hendaklah mengetahui dan mengerti permasalahan yang diperdebatkan.

3. Menampakkan semangat saling mengasihi dan persaudaraan, baik sebelum, di tengah, maupun setelah perdebatan.

Para ulama salaf juga berdebat dalam suatu masalah dalam bentuk diskusi musyawarah dan saling menasehati. Kadang dalam masalah ilmiah dan amaliah bisa terjadi perbedaan pendapat, namun persatuan dan tali persaudaraan agama tetap terjaga.

4. Menahan diri dan tidak marah kepada lawan debat.

5. Segera menarik pendapat ketika kebenaran berada pada pihak lawan debat, dan ini termasuk sifat pengikut kebenaran.

6. Tidak menyiarkan kekalahan lawan debat karena ini adalah sifat buruk bagi penuntut ilmu.

7. Berterimakasih kepada lawan debat ketika argumen anda mengalahkannya, dan memujinya ketika ia kembali kepada kebenaran.

8. Menutup pintu debat jika anda melihat lawan debat keras kepala dan mencari-cari kesalahan. (dinukil dari ma’aalim fii thariiq thalabil ‘ilmi (hal. 239-243) dengan sedikit perubahan).

9. Tidak boleh berdebat dngan ahlu bid’ah kecuali bagi orang yang alim dan memang dibutuhkan dalam kondisi darurat dengan tetap mempertimbangkan mashlahat dan mafsadat yang akan terjadi.

Imam adz-dzahabi rahimahullah mengatakan:

القلوب ضعيفة، والشبَه خطَّافة

Artinya: “Hati manusia itu lemah, sedang berbagai syubhat selalu menyambar.” (Siyar a’laamin nubalaa_ (VII/261). (Disalin Dari Buku MENUNTUT ILMU JALAN MENUJU SURGA halaman 217-218. Karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas –hafidzahullah-).

|Kotaraya, Sulawesi Tengah, Ahad 13 Al-Muharram 1435 H/ 17 November 2013 M.

(Artikel Ini Pernah Dimuat Dalam Akun Facebook Abu Uwais Musaddad Pada Status No. 0629).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *