FAIDAH HADITS RIYADLUSH-SHALIHIN (Hadits Ke 06) NAFKAH YANG IKHLAS

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

وَعَنْ أبي إِسْحَاقَ سعْدِ بْنِ أبي وَقَّاصٍ مَالك بن أُهَيْبِ بْنِ عَبْدِ مَنَافِ بْنِ زُهرةَ بْنِ كِلابِ بْنِ مُرَّةَ بْنِ كعْبِ بنِ لُؤىٍّ الْقُرشِيِّ الزُّهَرِيِّ رضِي اللَّهُ عَنْهُ، أَحدِ الْعَشرة الْمَشْهودِ لَهمْ بِالْجَنَّة ، رضِي اللَّهُ عَنْهُم قال:

جَاءَنِي رسولُ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَعُودُنِي عَامَ حَجَّة الْوَداعِ مِنْ وَجعٍ اشْتدَّ بِي فَقُلْتُ : يا رسُول اللَّهِ إِنِّي قَدْ بلغَ بِي مِن الْوجعِ مَا تَرى ، وَأَنَا ذُو مَالٍ وَلاَ يَرثُنِي إِلاَّ ابْنةٌ لِي ، أَفأَتصَدَّق بثُلُثَىْ مالِي؟ قَالَ: لا ، قُلْتُ : فالشَّطُر يَارسوُلَ الله ؟ فقالَ : لا، قُلْتُ فالثُّلُثُ يا رسول اللَّه؟ قال: الثُّلثُ والثُّلُثُ كثِيرٌ أَوْ كَبِيرٌ إِنَّكَ إِنْ تَذرَ وَرثتك أغنِياءَ خَيْرٌ مِن أَنْ تذرهُمْ عالَةً يَتكفَّفُونَ النَّاس ، وَإِنَّكَ لَنْ تُنفِق نَفَقةً تبْتغِي بِهَا وجْهَ الله إِلاَّ أُجرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى ما تَجْعلُ في امْرَأَتكَ قَال: فَقلْت: يَا رَسُولَ الله أُخَلَّفَ بَعْدَ أَصْحَابِي؟ قَال: إِنَّك لن تُخَلَّفَ فتعْمَل عَمَلاً تَبْتغِي بِهِ وَجْهَ الله إلاَّ ازْددْتَ بِهِ دَرجةً ورِفعةً ولعَلَّك أَنْ تُخلَّف حَتَى ينْتفعَ بكَ أَقَوامٌ وَيُضَرَّ بك آخرُونَ. اللَّهُمَّ أَمْضِ لأِصْحابي هجْرتَهُم، وَلاَ ترُدَّهُمْ عَلَى أَعْقَابِهم، لَكن الْبائسُ سعْدُ بْنُ خـوْلَةَ. يرْثى لَهُ رسولُ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم» أَن مَاتَ بمكَّةَ

Artinya: “Dari Abu Ishak, yakni Sa`ad bin Abu Waqqash, yakni Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka`ab bin Luai al-Qurasyi az-Zuhri -radhiyallahu `anhu-, yaitu salah satu dari sepuluh orang yang diberi kesaksian akan memperoleh surga -radhiallahu `anhum-, ia berkata: Rasulullah -shalallahu `alaihi wasalam- datang padaku untuk menjengukku pada tahun haji wada’ -yakni haji Rasulullah -shalallahu `alaihi wasalam- yang terakhir dan sebagai haji perpisahan -karena kesakitan yang menimpa diriku-, lalu aku berkata:

Wahai Rasulullah, sesungguhnya kesakitanku ini telah mencapai (sangat kronis) sebagaimana keadaan yang engkau ketahui, sedang diriku adalah seorang yang berharta dan tiada yang mewarisi hartaku itu melainkan seorang puteriku saja. Maka apakah boleh sekiranya aku bersedekah dengan dua pertiga hartaku?.

Beliau menjawab: Tidak boleh. Aku berkata lagi: Bagaimana jika setengah hartaku ya Rasulullah?. Beliau bersabda: Tidak boleh.

Aku berkata lagi: Bagaimana jika sepertiga wahai Rasulullah?. Beliau lalu bersabda: Ya, sepertiga boleh dan sepertiga itu sudah banyak atau sudah besar jumlahnya. Sesungguhnya jikalau engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya, maka itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta pada orang banyak. Sesungguhnya tiada sesuatu nafkah yang engkau berikan dengan niat untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya, sekalipun sesuatu yang engkau berikan untuk makanan istrimu.

Abu Ishak meneruskan uraiannya: Aku berkata lagi: Apakah aku akan ditinggalkan -di Makkah- setelah kepergian sahabat-sahabatku darinya?.

Beliau menjawab: Sesungguhnya tidaklah engkau ditinggalkan lalu engkau mengerjakan suatu amalan yang engkau niatkan untuk mencari wajah Allah, melainkan dengannya derajat dan ketinggianmu akan bertambah. Barangkali umurmu akan dipanjangkan sehingga orang-orang dapat mengambil manfaat darimu (yaitu sesama kaum muslimin), disamping ada juga orang-orang lain yang merasa dirugikan (bahaya) oleh sebab dirimu (yaitu kaum kafir).

Ya Allah, sempurnakanlah pahala untuk sahabat-sahabatku dalam hijrah mereka itu dan janganlah engkau balikkan mereka pada tumit-tumitnya -yakni menjadi murtad kembali sepeninggalnya nanti. Tetapi yang miskin -rugi- (sangat disayangkan) itu ialah Sa’ad bin Khaulah. Rasulullah -shalallahu `alaihi wasalam- merasa sangat kasihan padanya sebab matinya di Makkah. (Riwayat Muslim no. 1628).

SYARAH SINGKAT:

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Salah satu kebiasaan Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam- adalah menjenguk shahabatnya yang sedang sakit, sebagaimana beliau membalas kunjungan shahabatnya yang berkunjung kepada beliau. Beliau adalah orang yang paling baik budi pekertinya, paling lembut dalam bergaul dengan para shahabatnya dan sangat menyintai mereka. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 42-43, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

Beliau juga mengatakan:”Orang yang sakit parah atau sekarat tidak boleh bersedekah lebih dari SEPERTIGA hartanya, karena hartanya terkait dengan hak ahli warisnya. Adapun orang sehat atau sakit ringan (tidak dikhawatirkan akan meninggal) maka ia boleh bersedekah sekehendak hatinya, sepertiga, setengah, dua pertiga atau pun seluruh hartanya, tidak ada larangan baginya. Akan tetapi seseorang tidak boleh menyedekahkan seluruh hartanya kecuali dia mempunyai sesuatu yang membuat dirinya tidak membutuhkan uluran tangan orang lain. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 43, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

Inti dari hadits ini adalah pada lafadz “Sesungguhnya tiada sesuatu nafkah yang engkau berikan dengan niat untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya, sekalipun sesuatu yang engkau berikan untuk makanan istrimu”. Di dalamnya terdapat anjuran untuk ikhlas dalam bersedekah dengan meniatkannya untuk meraih keridhaan Allah.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Jika engkau memberikan sesuap makanan kepada istrimu, maka engkau akan mendapatkan pahala, selama disertai niat semata-mata karena mengharap wajah Allah. Padahal memberi nafkah kepada istri merupakan sebuah kewajiban. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 45, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

FAIDAH HADITS:

1). Dianjurkan menjenguk orang sakit, dalam hadits ini terdapat potret tentang pemimpin yang menjenguk rakyatnya juga menunjukkan tentang tawadhu’nya Rasulullah-shallallahu `alaihi wa sallam.

Menjenguk orang sakit memiliki banyak keutamaan, di antaranya:

-) Merupakan hak sesama muslim.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ. قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟، قَالَ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ

Artinya: “Dari Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu- ia berkata: Rasulullah -shallallahu `alaihiw asallam- bersabda: Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam. Lalu ditanyakan perihal apa semua hak-hak tersebut wahai Rasulullah?. Beliau menjawab: (1) Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, (2) Jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya, (3) Jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat, (4) Jika ia bersin dan mengucapkan “Alhamdulillah” (segala puji bagi Allah) maka doakanlah ia dengan mengucapkan “Yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu), (5) Jika ia sakit maka jenguklah dan (6) Jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya”. (Riwayat Muslim no. 2162).

-) Seakan-akan sedang berjalan sambil memetik buah-buahan Surga. Rasulullah -shallahu `alaihi wa sallam- bersabda:

إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مَشَى فِيْ خِرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ

Artinya: “Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba”. (Riwayat At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).Menjenguk orang sakit dapat mengingatkan orang yang berkunjung tentang nikmat Allah berupa kesehatan.

-) Menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang dalam hati orang yang dijenguknya.

-) Menjenguk orang sakit berarti melaksanakan perintah Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam-, beliau bersabda:

عُودُوا الْمَرِيضَ، وَامْشُوا مَعَ الْجَنَائِزِ تُذَكِّرْكُمُ الْآخِرَةَ

Artinya: “Jenguklah orang yang sakit dan iringilah jenazah, hal itu dapat mengingatkan kalian kepada akhirat”. (Riwayat Ahmad No. 11180, dinyatakan sahih oleh Syuaib al-Arnauth).

2). Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy mengatakan: Dibolehkan memberitahukan penyakit yang diderita dengan tujuan yang benar, misalnya untuk meminta obat atau doa dari orang yang shalih tanpa disertai keluhan dan sikap tidak ridha, dan hal ini tidak bertentangan dengan kesabaran yang baik. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Jilid 1 Hal. 33 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

3). Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy mengatakan: Pahala berinfak tergantung pada kebenaran niat dan pengharapan terhadap keridhaan Allah. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Jilid 1 Hal. 33 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

4). Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy mengatakan: Dibolehkan mengumpulkan harta, akan tetapi dengan syarat harta tersebut diperoleh secara halal. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Jilid 1 Hal. 33 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

5). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Dalam hadits ini terdapat dalil yang menegaskan bahwa orang yang meninggal dunia jika ia menginggalkan harta kepada ahli warisnya maka hal tersebut lebih baik baginya. Seseorang jangan mengira bahwa jika dia meninggalkan harta kepada ahli warisnya, maka dia tidak mendapatkan pahala, dia tetap akan memperoleh pahala. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 44, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

6). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Bersedekah kepada kerabat itu lebih baik daripada bersedekah kepada selainnya, karena bersedekah kepada kerabat berarti bersedekah sekaligus menyambung tali silaturhmi. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 45, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

7). Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy mengatakan: Wasiat yang berupa harta tidak boleh lebih dari sepertiga harta yang dimilikinya. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Jilid 1 Hal. 33 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

8). Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy mengatakan: Memberi nafkah kepada keuarga mengandung pahala tersendiri, jika pemberiannya dimaksudkan untuk mencari ridha Allah. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Jilid 1 Hal. 33 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

9). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: (lafadz) tidaklah engkau berinfaq dengan suatu infaq, maksudnya adalah tidaklah kalian menginfakkan harta, bisa berupa dirham, dinar, pakaian, selimut, makanan, atau yang lainnya, semata-mata karena mengharap wajah Allah, kecuali kalian akan mendapat pahala atas perbuatan kalian itu. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 45, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

10). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: orang yang berinfak karena mengharap wajah Allah akan mendapatkan pahala, hingga harta yang dinafkahkan kepada keluarganya dan istrinya, bahkan harta yang dinafkahkan kepada dirinya sendiri jika dia mengharapkan wajah Allah, maka dia akan mendapatkan pahala. Hal ini mengisyaratkan bahwa seseorang harus menghadirkan niat mendekatkan diri kepada Allah setiap kali menginfaqkan hartanya, sehingga dia mendapatkan pahala. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 59, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

11). Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy mengatakan: Kewajiban memperhatikan kemaslahatan ahli waris dan memelihara keadilan di antara mereka. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Jilid 1 Hal. 34 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

12). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Orang yang sakit kritis tidak boleh mewasiatkan lebih dari sepertiga hartanya, kecuali ada restu dari ahli warisnya. Karena hak ahli waris berkaitan dengan harta seseorang yang sakit. Sebab Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda: sepertiga, sepertiga itu banyak. Sabda beliau ini menegaskan bahwa sejatinya seseorang mewasiatkan hartanya kurang dari sepertiga. Sebagaimana Ibnu Abbas -radhiyallahu `anhu- pernah berkata: alangkah baiknya jika manusia menurunkan -kadar wasiat mereka- dari sepertiga menjadi seperempat, karena Nabi bersabda: sepertiga, sepertiga itu banyak. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 56, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

13). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Orang yang sakit kritis tidak boleh mengeluarkan lebih dari sepertiga hartanya, baik untuk sedekah, membangun masjid, hibah dan lain sebagainya. Karena nabi -shallallahu `alaihi wa sallam- melarang Sa`ad untuk bersedekah lebih dari sepertiga hartanya. Wasiat hukumnya sama dengan pemberian. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh berwasiat lebih dari sepertiga hartanya. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 56-57, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

14). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Seseorang yang memiliki sedikit harta dan ahli warisnya miskin, maka yang utama adalah tidak mewasiatkan  hartanya, baik sedikit atau pun banyak. Karena Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- bersabda: “Sesungguhnya jikalau engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya, maka itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta pada orang banyak”. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 57, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

15). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Sa`ad bin Abi Waqqash benar-benar dikaruniai umur Panjang. Bahkan menurut ulama`, bahwa Sa`ad meninggalkan 17 orang anak laki-laki, dan 12 anak perempuan. Padahal padamulanya dia hanya mempunyai satu anak perempuan saja, namun pada akhirnya dia dikaruniai umur Panjang dan anak yang banyak. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 46, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

16). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Nabi memohon kepada Allah agar menetapkan hijrahnya para shahabat beliau dengan dua hal:

-). Pertama, mereka tetap dalam keimanan.

-). Kedua, agar tidak ada seorang pun di antara mereka yang kembali ke Makkah setelah hijrah dari Makkah karena Allah dan Rasul-Nya. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 46-47, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

Dari permohononan Nabi yang kedua terdapat faidah lain yaitu tentang “saddan lidz-dzari`ah” (pencegahan terhadap semua sarana yang bisa menimbulkan keburukan) jika mereka kembali bertemu atau hidup di lingkungana orang-orang kafir Makkah.

17). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Hendaknya setiap orang berkonsultasi kepada ulama`, karena Sa`ad bin Abi Waqqash bermusyawarah (konsultasi) kepada Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam- tatkala ia hendak menginfakkan sebagian hartanya. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 51, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

18). Adanya bukti mukjizat Rasulullah, saat beliau bersabda: “Sesungguhnya tidaklah engkau ditinggalkan (di Makkah) lalu engkau mengerjakan suatu amalan yang engkau niatkan untuk mencari wajah Allah, melainkan dengannya derajat dan ketinggianmu akan bertambah. Barangkali umurmu akan dipanjangkan sehingga orang-orang dapat mengambil manfaat darimu (yaitu sesama kaum muslimin), disamping ada juga orang-orang lain yang merasa dirugikan (bahaya) oleh sebab dirimu (yaitu kaum kafir). Karena realitanya prediksi Nabi tersebut benar-benar terjadi, Sa`ad tidak tertinggal di Makkah, umurnya panjang sampai masa kehilafahan Mu`awiyyah.

19). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Sa`ad bin Khaulah adalah salah seorang Muhajirin  yang hijrah dari Makkah, akan tetapi Allah menaqdirkannya meninggal di Makkah. Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- sedih atas kematiannya di kota Makkah, karena mereka tidak senang apabila ada seorang yang hijrah dan meninggal dunia di tempat asalnya (sebelum hijrah). (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 60, Cetakan Madarul Wathan Lin-Nasyr. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

20). Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy mengatakan: Larangan memindahkan mayit dari satu negeri ke negeri lainnya. Sebab jika hal itu disyariatkan tentu Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- memerintahkan untuk memindahkan jenazah Sa`ad bin Khaulah dan bukan sebatas berbela sungkawa terhadap kematiannya. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Jilid 1 Hal. 34 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Selasa 17 Dzulqo’dah 1444 H / 06 Juni 2023 M. Di Pesantren Minhajussunnah Kotaraya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *