FAEDAH HADITS RIYADHUS SHALIHIN (Hadits Ke 85) TENTANG ISTIQAMAH

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

وعن أبي عمرو، وقيل: أبي عَمرة سفيان بن عبد الله رضي الله عنه قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُول الله، قُلْ لي في الإسْلامِ قَولًا لا أسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ. قَالَ: ((قُلْ: آمَنْتُ بِاللهِ، ثُمَّ استَقِمْ)). رواه مسلم

Artinya: Dari Abu `Amr, atau ada yang mengatakan namanya adalah Abu `Amrah, yaitu Sufyan bin Abdullah –radhiyallahu `anhu- ia berkata: Aku pernah berkata kepada Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam-: Wahai Rasulullah, ucapkanlah kepadaku tentang Islam suatu ucapan yang aku tidak akan bertanya lagi kepada selain dirimu!. Beliau pun menjawab: ucapkanlah “aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah!”. (Riwayat Muslim no. 38, Ahmad [III/413, IV/384-385, At-Tirmidzi, no. 2410, Ibnu Majah, no. 3972).

SYARAH SINGKAT:

Para Shahabat  Nabi –radhiyallahu`anhum- sangat bersemangat terhadap ilmu dan penjagaan mereka terhadap keimanan, banyak dalil dan kisah yang menunjukkan hal tersebut. Dan mereka sangat paham tentang hendak kemana mesti mencari jalan penyelesaian atas kebimbangan yang sedang mereka risaukan, atau atas pertanyaan yang mendesak harus mereka pecahkan jawabannya, mereka mendatangi orang yang paling berilmu yang diutus kepada mereka yakni Rasulullah –shalallahu `alahi wa sallam-. Tentu  ini juga bagian dari praktek mereka mengamalkan ayat:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (Surat An-Nahl: 43).

Dalam hadits ini tampak kecerdasan Abu `Amr atau Abu `Amrah di mana ia bertanya dengan pertanyaan yang agung, yang merupakan pertanyaan yang sangat penting dan sangat dibutuhkan setiap kaum muslimin. Saat timbul keraguan dalam masalah `Aqiidah –misalnya-, atau timbul was-was dari syaithan tentang perkara-perkara keimanan, maka kalimat inilah jawabannya, cukup katakanlah: Aku beriman kepada Allah (dengan hati, lisan dan anggota badan), lalu istiqamahah!!!

Istiqomah menurut Ibnu Rajab Al-Hambali adalah sikap menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kanan maupun ke kiri. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) baik lahir maupun bathin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 246, Cetakan Darul Muayyid. Karya Ibnu Rajab Al Hambali).

Makna perkataan Abu `Amr atau Abu `Amrah ucapkanlah kepadaku tentang Islam suatu ucapan yang aku tidak akan bertanya lagi kepada selain dirimu!” maksudnya adalah ajarkanlah kepadaku suatu perkataan tentang Islam yang jelas bagi diriku sehingga tidak perlu lagi bagiku menanyakan tafsirnya kepada selain engkau dan aku akan mengerjakannya dan bertaqwa kepada Allah dengannnya. Kemudian Nabi –shallallahu`alaihi wa sallam- menjawab: Katakanlah! Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah! (Lihat Al-Waafi; Syarh Al-Arba`in An-Nawawiyyah, hal. 155).

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan: Ucapan Nabi: ucapkanlah “aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah!” bukan lah maksudnya sebatas ucapan kosong di lisan, karena ada juga manusia yang berkata aku beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir padahal hakikatnya mereka tidak beriman. Akan tetapi yang dimaksud di sini adalah ucapan hati dan lisan, yaitu hendaknya ia mengucapkan dengan lisannya setelah hatinya meyakininya dan mengikat kuat keyakinan tersebut dengan tanpa keraguan sedikitpun. Karena sesungguhnya tidaklah cukup iman itu hanya di hati saja, demikian pula tidaklah cukup iman itu hanya di lisan saja, bahkan mesti hadir dari keduanya secara bersama. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 326, Cetakan Daar Al-Kutub Al-`Alamiyyah. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

Beliau juga mengatakan: Ucapan Nabi: ucapkanlah “aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah!”  ini merupakan dalil bahwa istiqamah itu tidaklah akan bisa terwujud kecuali setelah adanya keimanan. Karena sesungguhnya di antara syarat suatu amal disebut sebagai amal shalih, atau bisa juga kita katakan bahwa di antara syarat sahnya amalan dan diterimanya amalan tersebut hendaknya dibangun di atas iman. Seandainya manusia beramal dengan amalan yang dzohir, namun bathinnya runtuh yakni dalam keraguan dan kebimbangan atau bahkan bathinnya mengingkari maka amalan yang seperti itu tidaklah bermanfaat. (Lihat Syarh Riyadhish-Shalihin, Jilid 1 hal. 326, Cetakan Daar Al-Kutub Al-`Alamiyyah. Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

Hal terpenting yang harus dijaga agar seseorang bisa Istiqomah adalah menjaga Hati. Jika hati seseorang baik, maka akan baik anggota tubuhnya. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Nu’man bin Basyir -radhiyallahu `anhu- (hadits ke-6 Arbain An-Nawawiyyah). Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Artinya: “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)”. (Riwayat Al-Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Ibnu Rajab Al-Hambali –rahimahullah- mengisyaratkan bahwa baiknya amalan badan seseorang dan kemampuannya untuk menjauhi keharaman, juga untuk meninggalkan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya), itu semua tergantung pada baiknya hati. (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Jilid 1 hal. 210).

Setelah menjaga Hati, selanjutnya hal terpenting yang harus dijaga agar seseorang bisa Istiqomah adalah menjaga Lisan agar tidak mengucapkan ucapan-ucapan yang dilarang Allah -subhanahu wa ta’ala-. Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

Artinya: “Pada pagi hari, seluruh anggota tubuh anak Adam semuanya tunduk pada Lisan, dan berkata: (wahai lisan), Bertakwalah kamu kepada Allah atas (keselamatan) kami. Karena keadaan kami tergantung engkau. Jika engkau istiqomah, kami akan istiqomah. Jika engkau menyimpang, kami (juga) menyimpang”. (Riwayat Ahmad [III/95-96], At-Tirmidzi no. 2407, Shahih Al-Jaami`ish-Shaghir no. 351).

Di antara keutamaan istiqamah adalah sebagaimana yang Allah sebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an berikut:

1). Allah Ta`ala berfirman:

وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

Artinya: “Dan sekiranya mereka telah berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup”. (Surat Al-Jinn: 16).

Dalam ayat ini Allah sebutkan bahwa Istiqamah bisa menjadi sebab lapangnya rizki dan luasnya kehidupan di dunia. (Lihat Syarah Arba`in An-Nawawiyyah, hal. 399. Karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas).

2). Allah Ta`ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ

نُزُلا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta. Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allah) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Surat Fushshilat: 30-32).

Menurut pendapat Mujahid, As-Suddi dan Zaid bin Aslam ayat ini menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan memberi kabar gembira kepadanya ketika maut menjemput (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim [VII/177], Cetakan Daar Thiibah. Karya Al-Imam Ibnu Katsir), dengan menghibur: “Janganlah takut dan janganlah bersedih”. Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang akan kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya”. Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari berbagai macam kejelekan. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim [VII/177], Cetakan Daar Thiibah. Karya Al-Imam Ibnu Katsir).

3). Allah Ta`ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqamah, tidak ada rasa khawatir pada mereka dan mereka tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan”. (Surat Al-Ahqaf: 13-14).

FAIDAH HADITS:

1). Disunnahkan mengajukan pertanyaan yang di dalamnya terkumpul banyak kebaikan. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Hal. 146 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

2). Selayaknya orang yang bertanya tentang ilmu itu mengajukan pertanyaan yang singkat, padat, berbobot sehingga berbagai disiplin ilmu tidak tercampur aduk. (Lihat Syarah Arba`in An-Nawawiyyah, hal. 406. Karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas).

3). Bagi orang yang tidak tahu tentang suatu perkara maka hendaknya bertanya kepada ahli dzikr (ahli ilmu) orang yang mengetahui. (Lihat Syarah Arba`in An-Nawawiyyah, hal. 406. Karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas).

4). Iman itu tidak sekedar ucapan saja tanpa pengakuan hati, atau keyakinan saja tanpa pengucapan lisan, bahkan iman adalah keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota badan.

5). Iman kepada Allah tidak sempurna kecuali dengan istiqamah, yaitu istiqamah dalam bertauhid kepada Allah dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. (Lihat Syarah Arba`in An-Nawawiyyah, hal. 406. Karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas).

6). Menjaga lisan mempunyai pengaruh yang besar terhadap istiqamahnya hati dan badan. (Lihat Syarah Arba`in An-Nawawiyyah, hal. 406. Karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas).

7). Istiqamah adalah derajat yang tinggi yang menunjukkan tentang sempurnanya iman dan tingginya harapan. (Lihat Kitab Bahjatun-nadzirin Syarhu Riyadhish-shalihin, Hal. 146 Cet. Daar Ibnul Jauziy. Karya Asy-Syaikh Salim bin `ied Al-Hilaliy).

8). Di antara kiat untuk menggapai keistiqamahan serta bertahan diatasnyanya adalah:

  • Menuntut ilmu syar`i. menuntut ilmu syar`I adalah sumberdari berbagai kebaikan dan keberkahan.
  • Senantiasa dan jangan menunda bertaubat kepada Allah atas setiap kesalahan dan dosa.
  • Senantiasa mentauhidkan Allah dan menjauhi syirik, mengikuti Rasulullah dan menjauhi bid`ah.
  • Merasa diawasi oleh Allah baik ketika sepi maupun ramai, ketika sendiri maupun bersama yang lain.
  • Menginstropeksi amalan diri yang telah dikerjakan, menyulam yang kurang, menyempurnakan yang cacat dan memperbaiki yang salah.
  • Berjuang bersungguh-sungguh di atas ketaatan kepada Allah.
  • Berani dalam beramar ma`ruf dan nahi munkar.
  • Mencari teman yang baik, karena istiqamah di atas kebaikan bukanlah sekedar berhijrah dari sisi pakaian, namun juga brhijrah dari sisi teman.
  • Bersabar atas hal-hal yang Allah haramkan.
  • Menjauhi hawa nafsu yang mengajak kepada kemungkaran.
  • Memahami dan menjauhi langkah-langkah syetan.
  • Berdoa agar diberikan keistiqamahan.

Semoga bermanfaat. Segala puji untuk Allah yang dengan nikmat-Nya terselesaikan amal-amal shalih, tulisan ini adalah faidah dari materi kajian pekanan di markaz kajian Riyadhush-Shalihin Desa Sumberagung Kec. Mepanga Sulawesi Tengah. Rabu Malam Kamis, 27 Syawal 1439 H/11 Juli 2018 M.

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Rabu Malam Kamis, 27 Syawal 1439 H/11 Juli 2018 M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *