SULIT BERTAUBAT
Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais
Sulitnya bertaubat kepada Allah adalah sebuah mushibah, karena apa yang hendak dibawa seorang hamba kelak ketika menghadap Allah, bila ia datang dengan seluaruh amalnya namun tanpa diiringi taubat lillah.
Di antara hal yang mengahalangi seseorang untuk bisa bertaubat adalah:
1. TERLENA DENGAN RAHMAT ALLAH, TERLALU BERSANDAR ATAS KEMURAHAN ALLAH.
Memang seseorang dilarang berputus asa dari rahmat Allah, sebagaimana Allah berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Artinya: Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)”. (Surat Az-Zumar: 53-54).
Namun seseorang jangan sampai tertipu oleh syaitan dalam hal berandai-andai tentang taubatnya, lalu hanya bermodalkan harapan sebesar-besarnya kepada Allah akan rahmat-Nya, lalu lupa atau sengaja melupakan tentang adzab di akhirat dan dunia. Bahkan ia harus mengiringi keyakinannya tersebut bahwa Adzab Allah sangatlah pedih dan nyata.
Allah berfirman:
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
وَ أَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الأَلِيمَ
Artinya: “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwa Sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih”. (Surat Al-Hijr : 49-50).
2. TERTIPU RAYUAN SYAITAN UNTUK MENUNDA-NUNDA TAUBAT DENGAN RENCANA NANTI SAJA DAN NANTI SAJA.
Menunda-nunda kebaikan adalah salah satu senjata syaithan untuk menghalangi manusia dari bertaubat dan beramal shalih.
Abu Al-Jald –rahimahullah- (wafat 70 H) berkata: “Aku mendapati bahwa sikap at-taswif (menunda-munda kebaikan) adalah salah satu dari tentara Iblis, ia telah membinasakan banyak makhluk-makhluk Allah”. (Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’[6/54]).
Benarlah bahwa menunda-nunda kebaikan hanya akan melahirkan kebinasaan dan penyesalan.
Allah berfirman:
وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
Artinya: “dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu. Dia berkata: “Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini”. (Surat Al-Fajr 23-24).
3. AMBISI BERLEBIHAN DALAM MENUMPUK HARTA.
Harta adalah sumber fitnah bagi ummat ini, sebagaimana Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِى الْمَالُ
Artinya: “Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian, dan ujian umatku adalah harta”. (Riwayat At-Tirmidzi, no. 2336, Ahmad [4/160], Ibnu Hibban no. 3223, Al-Hakim [4/318], dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim Al-Hilali dalam Silsilah al-Manahi Asy-Syar`iyyah [4/194]).
Barangsiapa yang berambisi terhadap harta dunia, niscaya hartanya bahkan akan merusak agamanya.
Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِى غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
Artinya: “Kerusakan pada sekawanan kambing akibat dua srigala lapar yang dilepaskan padanya, itu tidaklah lebih parah dibandingkan kerusakan yang terjadi pada agama seseorang akibat kerakusannya terhadap harta dan kemuliaan”. (Riwayat At-Tirmidzi, no. 2376, Ahmad [3/456], dishahihkan Asy-Syaikh Salim Al-Hilali dalam Silsilahtul Manahi Asy-Syar`iyyah [4/195]).
Betapa banyak manusia yang menumpuk harta dunia sampai lupa bertaubat kepada Allah, lupa sholat, lupa berdzikir, lupa kefanaan dunia, lupa hari kebangkitan, lupa tujuan dirinya diciptakan oleh Allah Ta`ala.
4. LEMAHNYA ILMU AGAMA.
Lemahnya ilmu agama adalah sumber dasar seseorang tidak tahu harus berbuat apa dalam agama ini, ketiadaan ilmu adalah sumber kejahilan, kekosongan ilmu adalah tempat bersarangnya berbagai sampah syubhat dan syahwat.
Ibnu Jauzi rahimahullah berkata: “Pengikat yang paling kuat bagi setan untuk menjerat tawanannya adalah kejahilan. Setelahnya adalah hawa nafsu. Adapun ikatan yang paling lemah adalah kelalaian. Selama baju besi seseorang adalah iman, niscaya panah musuh yang mengenainya pun tidak akan membunuhnya”. (Al-Muntaqan-nafis Min Talbis Iblis, hlm. 61-62).
5. MEREMEHKAN DOSA
Ibnu Mas`ud –radhliyallahu `anhu- berkata:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ ” ، فَقَال : بِهِ هَكَذَا
Artinya: Sesungguhnya seorang mukmin itu melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang gemar maksiat, ia akan meremehkan dosanya itu hanyalah seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya, lalu dia menganggap ahh hanya ditepis begini saja”. (Riwayat Al-Bukhari no. 6308).
Bilal bin Sa’d pernah berkata: “Janganlah engkau melihat kepada kecilnya dosa. Tetapi lihatlah siapa yang engkau durhakai”. (Az-Zuhd karya Al-Imam Ahmad bin Hanbal hal. 460).
Semoga Allah Ta`ala memudahkan kita untuk bertaubat kepada-Nya, serta semoga Allah Ta`ala menjauhkan kita dari pintu-pintu kemaksiatan serta penghalang-penghalang ampunan-Nya. Aamiin.
|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Sabtu 17 Al-Muharram 1439 H/07 Oktober 2017 M.
(Artikel Ini Pernah Dimuat Dalam Akun Facebook Abu Uwais Musaddad Pada Status No. 1159).