ANTARA ISTRI YANG JAHAT DAN SINGA YANG PATUH
Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais
Terdapat kisah yang begitu apik untuk terus diingat, juga dijadikan teladan:
Al-Imam Adz-Dzahabi mengisahkan satu kisah dalam kitabnya (Al-Kaba’ir):
Ada seorang yang shalih memiliki saudara (saudara seagama) dari kalangan orang shalih pula. Saudaranya ini selalu mengunjunginya setahun sekali.
Suatu ketika saudaranya ini mengetuk pintu rumahnya. Berkatalah istri orang shalih tersebut:
“Siapa?”
“Saudara suamimu (saudara seagama) datang untuk mengunjunginya”, jawab si pengetuk pintu.
“Dia pergi mencari kayu bakar, semoga Allah tidak mengembalikannya (ke rumah ini), semoga dia tidak selamat”, kata istri orang shalih tersebut dan wanita ini terus mencaci-maki suaminya.
Ketika saudara (saudara seagama) ini sedang berdiri di depan pintu, tiba-tiba orang shalih itu datang dari arah gunung dalam keadaan menuntun singa yang singa tersebut memikul kayu bakar di punggungnya.
Orang shalih ini pun mengucapkan salam dan menyatakan selamat datang kepada saudaranya fillah. Setelahnya ia masuk ke dalam rumah dan memasukkan pula kayu bakarnya. Lalu ia berkata kepada singa tersebut: “Pergilah, barakallahu fik (semoga Allah memberkahimu)”.
Lalu saudaranya dipersilahkan masuk ke rumahnya sementara istrinya masih terus mencaci-maki suaminya. Namun tak satu kata pun terucap darinya untuk membalas cercaan istrinya.
Pada tahun berikutnya, sebagaimana kebiasaannya saudara (saudara seagama) ini kembali mengunjungi orang shalih tersebut. Ia mengetuk pintu, dan terdengar suara istri orang shalih tersebut berkata: “Siapa di balik pintu?”
“Fulan, saudara suamimu (saudara seagama)”, jawabnya.
“Selamat datang, tunggulah. Silakan duduk di tempat yang telah disediakan, suamiku akan datang insya Allah dengan kebaikan dan keselamatan”, kata istri orang shalih tersebut.
Saudara (seagama) ini pun takjub dengan kesantunan ucapan dan adab istri orang shalih tersebut. Tiba-tiba orang shalih tersebut datang dengan memikul kayu bakar di atas punggungnya, saudara (segama) ini pun heran dengan apa yang dilihatnya. Orang shalih itu mendatanginya seraya mengucapkan salam dan masuk ke rumahnya beserta tamu tahunannya. Istrinya lalu menghidangkan makanan bagi keduanya dan dengan ucapan yang baik ia mempersilahkan keduanya menyantap hidangan yang tersedia.
Ketika saudara seagama ini hendak pamit pulang, ia berkata: “Wahai saudaraku, jawablah pertanyaan yang hendak aku ajukan kepadamu!!!.”
“Apa itu wahai saudaraku”? tanya orang shalih tersebut.
Saudara seagamanya itu berkata: “Pada tahun yang awal ketika aku mendatangimu, aku mendengar ucapan seorang wanita yang buruk lisannya, mengucapkan kata-kata yang tidak baik dan kurang adab. Wanita itu banyak melaknat. Dalam kesempatan itu juga aku melihatmu datang dari arah gunung sementara kayu bakarmu berada di atas punggung SEEKOR SINGA YANG TUNDUK DI HADAPANMU. Pada tahun ini aku mendengar ucapan yang bagus dari istrimu, tanpa ada celaan dari lisannya, namun aku melihatmu memikul sendiri kayu bakar di atas punggungmu. Apakah sebabnya”?
Orang shalih ini berkata: “Wahai saudaraku, ISTRIKU YANG BURUK AKHLAKNYA ITU TELAH MENINGGAL. Aku dulunya bersabar menerima akhlaknya dan apa yang timbul darinya. Aku hidup bersamanya DALAM KEPAYAHAN NAMUN AKU SABARI. Karena kesabaranku menghadapi istriku, Allah menundukkan untukku seekor singa yang engkau lihat ia memikulkan kayu bakarku. Ketika istriku itu meninggal, aku pun menikahi wanita yang shalihah ini dan hidupku bahagia bersamanya. Maka singa itu tidak pernah datang lagi membantuku hingga aku harus memikul sendiri kayu bakar di atas punggungku, karena aku sudah hidup bahagia bersama istriku yang diberkahi lagi taat ini”.
(Al-Kaba’ir, hal. 195-196). (SELESAI SALINAN).
Seorang suami hendaknya tidak terburu-buru mengambil keputusan dengan kata “cerai” atas keburukan istri-istrinya, selama ia mampu bersabar dan berharap pahala atas mushibahnya, betapa bisa jadi cinta itu bahkan hadir setelah lambaian tangan perpisahan, kecuali keburukan kemaksiatan yang nyata seperti meninggalkan sholat, durhaka kepada orang tua, meminum khomr, berjudi, dan dosa-dosa besar sejenisnya. Bila demikian keadaan istrinya maka suami mesti melakukan beberapa tindakan yaitu memberi nasehat, atau memisah ranjang, atau memukul dengan pukulan yang tidak melukai serta bukan pada wajahnya. Bila usaha tersebut tidak membuahkan hasil karena persengketaan semakin melampaui batas, maka boleh melakukan tindakan yang lebih kuuat, yakni talak.
Allahu A`lam.
|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Kamis 14 Shafar 1437 H/26 Desember 2015 M.
(Artikel Ini Pernah Dimuat Dalam Akun Facebook Abu Uwais Musaddad Pada Status No. 0996).