KEUTAMAAN DAKWAH TAUHID

Ditulis Oleh: Mukhlisin Abu Uwais

Para da`I harus memulai dakwahnya dengan mengajak kepada tauhid, karena dakwah tauhid adalah dakwah paling utama dan paling mulia. Dakwah tauhid berarti mengajak kepada derajat keimanan yang paling tinggi. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah –shalllallahu`alaihi wa salllam-:

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ – أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ – شُعْبَةً، أَعْلَاهَا: قَوْلُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا: إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمان

Artinya: Iman itu memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh cabang, cabang keimanan yang paling tinggi adalah perkataan LAA ILAAHA ILLALLAH, cabang keimanan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (rintaangan) dari jalan, dan ketahuilah malu itu salah satu cabang iman. (Riwayat Al-Bukhari no. 9, dan Muslim no. 35. Lafadz ini milik Muslim dari sahabat Abu Huraairah –radhiyallahu`anhu-)

Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata: Nabi –shallallahu`alaihi wa sallam- telah mengingatkan bahwasannya cabang-cabang keimanan lainnya tidak akan sah dan tidak diterima kecuali setelah sahnya cabang yang paling utama ini (tauhid). (Lihat Syarah Shahih Muslim [II/4] Oleh Al-Imam An-Nawawi).

Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, MAKA SEMUA GERAKAN DAKWAH YANG BERDIRI TEGAK DI ATAS DAKWAAN DAN SIMBOL ISHLAH (PERBAIKAN), NAMUN TIDAK MEMFOKUSKAN PERHATIAN DAN TIDAK BERTOLAK DARI UPAYA PERBAIKAN TAUHID, TENTUNYA AKAN TERJADI PENYELEWENGAN DAN PENYIMPANGAN SESUAI DENGAN KEJAUHANNYA DARI POKOK YANG SANGAT PENTING INI.

Sebagimana perbuatan orang-orang itu telah menghabiskan usia mereka dalam memperbaiki mu`amalah antar manusia, namun mu`amalah mereka terhadap Al-Khaliq (Allah) atau `Aqidah mereka terhadap Allah bahkan menyimpang jauh dari petunjuk Salafush-Shalih.

Sama halnya dengan mereka yang telah menghabiskan umurnya dalam upaya menempati dan menduduki system pemerintahan dengan harapan akan mampu mengadakan perbaikan pada manusia melalui jalur tersebut atau dengan mengerjakan berbagai kegiatan politik untuk mengejar dan meraih kekuasaan, namun demikian mereka tidak menaruh perhatian untuk  memperbaiki kerusakan aqidah mereka dan kerusakan aqidah orang-orang yang menjadi objek dakwah mereka.

Peran aqidah dalam kehidupan sangatlah penting, maka Nabi –shallallahu`alahi wa salllam- selalu menekankan kepada para da`I agar senantiasa mencurahkan perhatian mereka kepadanya dan mengawali dakwah mereka  dengnnya seperti yang tercantum dalam hadits Mu`adz bin Jabal –radhiyallahu `anhu-. (Hadits Mu`adz yang beliau dimaksud adalah sabda Nabi saat akan mengutus Mu`adz untuk berdakwah ke Yaman:

إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ ، فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

Artinya: Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari kalangan ahli kitab, dakwahilah mereka dengan persaksian laa ilaaha illallah dan persaksian bahwa aku ini adalah utusan Allah, jika mereka menaatimu dalam perkara tersebut maka beritahukanlah kepada mereka bahwasannya Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali dalam sehari semalam. Jika mereka menaatimu dalam perkra tersebut maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang diambil dari harta orang-orang yang kaya di kalangan mereka dan diberikan untuk orang-orang yang miskin di kalangan mereka. Jika mereka menaatimu dalam perkra tersebut maka juhkanlah dirimu (janganlah mengambil) dari barang mewah atau barang terbaik mereka, dan berhati-hatilah dari do`a orang-orang yang terdzolimi karena do`a orang-orang yang terdzolimi itu tidak ada penghalangnya antara doanya dengan Allah ta`ala. (Riwayat Al-Bukhari no. 4347).

(Disalin Dari Buku SYARAH ‘AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH halaman 628-629 Karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas –hafidzahullah-).

|Kotaraya, Sulawesi Tengah. Selasa 04 Jumaadal Aakhirah 1439 H/20 Februari 2018 M.

(Artikel Ini Pernah Dimuat Dalam Akun Facebook Abu Uwais Musaddad Pada Status No. 1171).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *